Tak Hanya Soekarno Dan Soeharto, Pria Satu Ini Juga Dikagumi Almarhum Habibie

Tak Hanya Soekarno Dan Soeharto, Pria Satu Ini Juga Dikagumi Almarhum Habibie

13 Oktober 2019
B.J Habibie (Foto: Istimewa/internet)

B.J Habibie (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Dalam otobiografi yang berjudul Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia menuju Demokrasi, Presiden Republik Indonesia ke-3 B.J Habibie mengungkapkan kekagumannya kepada beberapa tokoh nasional.

Tokoh yang dikaguminya itu seperti Soekarno, Soeharto lalu Sumitro Djojohadikusumo dan Widjojo Nitisastro dikutip dari historia.id, Minggu, 13 Oktober 2019.

Khusus Widjojo Nitisastro kekagumannya berawal dari kedekatan dengan pria kelahiran 23 September 1927 tersebut. Menurut penuturan putrinya Widjajalaksmi Kusumaningsih, dalam Widjojo Nitisastro Panditaning Para Raja, Habibie sering berkunjung ke rumah Wijdojo setelah keduanya sama-sama istirahat dari dunia politik, bahkan jauh sebelum itu.

"Bila Bapak Habibie datang ke rumah bertemu ayah saat hari raya, sebagian besar pembicaraan didominasi oleh Bapak Habibie. Ayah hanya mengangguk atau tersenyum. Terkadang saya berpikir bagaimana cara ayah berkomunikasi dengan Bapak Habibie karena ayah juga menjadi penasihat presiden sewaktu Bapak Habibie menjabat Presiden Republik Indonesia,” ucap Wijajalaksmi.

Bahkan ketika Widjojo tutup usia pada 9 Maret 2012, Habibie ikut mengurusi prosesi pemakamannya. Ia menjadi wakil bagi pihak keluarga saat menyerahkan jenazah Widjojo kepada negara yang saat itu diwakili oleh Menteri Negara Ketua Bappenas, Armida Alisjahbana.

“Profesor Dr. Widjojo Nitisastro sebagai seorang intelektual yang berwawasan jauh ke depan, pragmatis, setia pada prinsip dan keyakinannya, serta rendah hati,” kata Habibie.

Djojohadikusumo dikenal sebagai ekonom yang telah memberikan banyak sumbangsih kepada kemajuan negara. Sejak usia 18 tahun, Soemitro telah menempuh pendidikan tingginya di Belanda. Ia meraih gelar sarjananya pada 1937 di Nederlandse Economise Hogeschool.

Kemudian melanjutkan sekolahnya di Universite de Sorbonne, Paris, Prancis antara 1937-1938. Setelah meraih gelar diploma di bidang filsafat dan sejarah, ia kembali ke Belanda untuk menempuh sekolah master bidang Ekonomi. Pada 1943 di Nederlandse Economise Hogeschool, Rotterdam, Soemitro menyelesaikan gelar doktoralnya.

Antara tahun 1946 sampai 1950, Soemitro aktif terlibat dalam berbagai forum internasional untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia didapuk sebagai Wakil Ketua Delegasi Indonesia pada Sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success, Amerika Serikat.

Karir politiknya dimulai saat ia dipercaya menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada Kabinet Natsir. Dianggap sebagai pembangkan oleh pemerintah Sukarno, Soemitro lantas memutuskan melanglangbuana di luar negeri.

Setelah dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto, Soemitro menduduki kursi Menteri Perdagangan RI pada Kabinet Pembangunan I dan Menteri Negera Riset RI pada Kabinet Pembangunan II.

Setelah satu periode menjabat Menteri Riset, Soemitro memutuskan untuk pensiun. Di samping alasan usia, keinginan putra-putrinya berkecimpung di dunia bisnis menjadi faktor penguat dirinya mundur dari jabatan menteri.