Ini Cerita Tukang Pijat Membawa Dua Anak Rumah Makan Padang Saat Menyelamatkan Diri di Rusuh Wamena

1 Oktober 2019
Ribuan warga mengungsi ke Polres Jayapura akibat kerusuhan di Wamena, Senin pekan lalu.

Ribuan warga mengungsi ke Polres Jayapura akibat kerusuhan di Wamena, Senin pekan lalu.

RIAU1.COM - Ismail sehari hari bekerja sebagai tukang pijat. Saat kerusuhan terjadi, di Wamena, dia  membawa dua orang anak pemilik Rumah Makan Padang atau Rumah Makan Urang Minang, di Pikey, lari tunggang langgang ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.

Mereka dikejar oleh mahasiswa yang berdemo. 

Setelah beberapa lama, ada warga asli Wamena dan pendeta mengamankan dan membawanya masuk ke dalam gereja baptis di Pikey.

Mahasiswa yang beringas itu hanya melihat saja mengawasi dengan mata liar. Mahasiswa itu tidak berani masuk ke dalam gereja dan segan dengan warga asli Wamena dan pendeta tersebut. 

Seperti dilansir bisnis.com, Selasa, 1 Oktober 2019, Ismail, seorang perantau asal Jember, Jawa Timur, menuturkan upayanya bersama pengungsi lain , dan dua orang anak pemilik Rumah Makan Padang, menyelamatkan diri dari kerusuhan yang terjadi di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019.

 

Di tempat pengungsian di aula Yonif 751 Raider di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, Ismail mengungkapkan bahwa semula area tempat dia tinggal di Pikey, Wamena, tidak terkena dampak demonstrasi mahasiswa karena warga setempat menentang aksi mereka.

 

Akan tetapi, pembakaran kemudian terjadi dan memaksa warga mengungsi ke gereja di Pikey, bangunan yang tidak menjadi sasaran aksi massa pada 23 September yang berujung kerusuhan di Wamena.

"Para pelaku pembakaran bukan warga Wamena, melainkan dari daerah sekitarnya seperti dari Tiom dan Nduga dan itu diakui warga yang mengamankan para pengungsi," kata Ismail, yang bekerja sebagai tukang pijat.

Ismail menuturkan bahwa warga asli Wamena dan pendeta di gereja Pikey membantu mengamankan sekitar 300 warga yang kena dampak kerusuhan di dalam gereja.

"Kami diselamatkan oleh warga asli Wamena dan pendeta di dalam gereja baptis di Pikey dan saat masuk ke dalam gereja diketahui mahasiswa, maka mereka meminta agar handphone dikumpul," katanya. Namun, kata Ismail, “HP saya tidak dikumpul dan itu digunakan untuk menelepon anggota Kodim 1702 Wamena dan melaporkan bila ada 300 orang disandera mahasiswa yang berjaga-jaga di luar gereja."

Pada saat itu, menurutnya, para mahasiswa menyatakan akan memulangkan pengungsi dengan selamat kalau lima rekan mereka yang ditangkap aparat keamanan dilepaskan.

"Senin [23/9/2019] malam kami diperbolehkan keluar dari gereja dengan cara berbaris per kelompok dan terus diamati mahasiswa yang berjaga di luar gereja karena tidak berani dengan warga asli Wamena yang menjaga kami," kata Ismail.

Ismail menambahkan bahwa sebelum diamankan di gereja baptis dirinya sempat membawa dua anak pemilik rumah makan Padang di kawasan Pikey lari ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.

Bersama dengan pengungsi yang lain, Ismail dievakuasi dari Wamena pada Selasa (1/10/2019) menggunakan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara.

Saat ini, dalam keadaan tidak mempunyai harta benda lagi, Ismail berharap bisa mendapat bantuan untuk pulang ke kampung halamannya.

 

Demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, dan fasilitas umum, tetapi juga menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal dunia. Sekitar 10 orang Minang, Sumatera Barat, meninggal dunia. 

Sekarang, sekitar 1.500 orang warga asal Sumatera Barat ingin meninggalkan Wamena karena ketakutan atas peristiwa itu. Sedang warga lainnya, sekitar 17.000 orang ingin keluar dari Wamena. 

R1 Hee.