Kurangi Ketergantungan pada Energi Fosil, PLN Bangun Satu Juta PLTS di Luar Pulau Jawa

28 Juli 2019
Pekerja memeriksa pasokan batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Foto: Tempo.co.

Pekerja memeriksa pasokan batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Foto: Tempo.co.

RIAU1.COM -Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersiap untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrknya hingga 50 persen. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengurangi ketergantungan sektor kelistrikan nasional pada energi fosil.

"Memang terus terang (sumber energi terbesar) ada dari batu bara yang mulai kita reduce terus sampai nanti 2023, harus 50 persen batu bara," kata pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PLN Djoko Abumanan dikutip dari Tempo.co, Minggu (28/7/2019).

Pada 2018, angka penyerapan batu bara domestik tercatat mencapai 115 juta ton dengan konsumsi sektor kelistrikan sebesar 91 juta ton. Tingginya konsumsi batu bara tersebut akibat bertambahnya pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah selesai dibangun PLN dan beberapa perusahaan listrik swasta.

"(PLTU) yang baru sudah tidak lagi, tapi yang lama kami tunggu umur kontrak sampai 25 tahun. Inilah yang kami lakukan transformasi dari energi fosil ke energi terbarukan," ujar Djoko.

Djoko menerangkan, energi baru terbarukan (EBT) atau renewable energy di Indonesia saat ini masih mencapai 13 persen dari total bauran energi nasional. Adapun pemerintah Indonesia menargetkan EBT sebesar 23 persen pada tahun 2023, yang sebelumnya telah disepakati dalam Perjanjian Paris dan akan meningkat menjadi 31 persen pada tahun 2050.

Upaya untuk mencapai target itu dilakukan dengan membangun tambahan pembangkit EBT sebesar 2.000 megawatt per tahun, salah satunya dengan mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) melalui Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap.

"Untuk mencapai target satu juta PLTS itu, PLN bergeraknya di luar Jawa," jelas Djoko.