87 Ribu Penyelenggara Negara Belum Melaporkan LHKPN Hingga Batas Waktu 31 Maret 2019

1 April 2019
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Foto: Antara.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Foto: Antara.

RIAU1.COM -Sekitar 252 ribu lebih penyelenggara negara yang sudah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di seluruh Indonesia. Namun, 87 ribu penyelenggara negara belum melaporkan sampai dengan batas waktu 31 Maret 2019.

"Sampai tengah malam tadi, kami menghargai dan menyampaikan terima kasih. Ada sekitar 74,39 persen dari seluruh penyelenggara negara yang wajib lapor itu sudah menyampaikan laporan kekayaannya pada Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dikutip dari Antara, Senin (1/4/2019).

Lembaganya telah memberikan waktu yang panjang dari Januari sampai 31 Maret 2019 bagi penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaannya di tahun 2018 tersebut. Terdapat sekitar 252 ribu penyelenggara negara yang sudah menyampaikan kekayaan. 

"KPK sudah memberikan waktu sampai 31 Maret mulai dari Januari 2019. Artinya waktunya cukup panjang untuk melaporkan kekayaan di tahun 2018 atau pelaporan periodik. Nanti laporan untuk kekayaan 2019 ini akan dilaporkan tahun depan mulai Januari sampai dengan 31 Maret di tahun 2020," tuturnya.

Menurut Febri, tingkat kepatuhan yang paling rendah dari ikhtisar pelaporan secara keseluruhan adalah dari sektor legislatif dalam hal ini DPR dan DPRD.

"Yang DPR 56,32 persen meskipun kami juga apresiasi ada 312 orang artinya yang sudah melaporkan kekayaannya di tengah kondisi yang seperti ini," kata dia.

KPK pun, kata dia, akan mengumumkan nama-nama dari anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang sudah melaporkan kekayaannya.

"Agar semua pihak tahu dan publik juga memiliki informasi tambahan misalnya sebagai dasar untuk memilih siapa calon-calon anggota legislatif yang tepat untuk dipilih pada pemilu 2019 ini karena ini adalah bagian dari upaya KPK untuk mewujudkan politik berintegritas yang pertama," kata Febri.

Menurut dia, salah satu indikatornya adalah keterbukaan dan pelaporan secara benar kekayaannya sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kami juga berharap Pemilu 2019 ini lebih menghasilkan orang-orang baik sebagai presiden atau wakil presiden ataupun sebagai wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD orang-orang yang benar-benar nanti bisa berkontribusi positif untuk kemaslahatan publik dan juga menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi," ucap Febri.

Selain itu, kata dia, ada 215 instansi di mana tingkat kepatuhan wajib lapor harta kekayaannya mencapai 100 persen.

"Artinya, seluruh wajib lapor di 215 instansi ini itu patuh melaporkan kekayaannya sebelum 31 Maret 2019 jadi sebelum tengah malam tadi ada 215 instansi yang melaporkan seluruhnya. Kemudian untuk instansi yang melaporkan 90 persen atau ada 232 instansi," kata dia.

Ia pun menyatakan bahwa untuk instansi-instansi yang wajib lapor harta kekayaannya mencapai 100 persen itu juga ada dari DPRD di sejumlah daerah.

"Ada juga dari sektor legislatif jadi DPRD di sejumlah daerah itu justru melaporkan kekayaannya 100 persen. Artinya, mereka tidak cari alasan lain, misalnya alasan teknologi atau alasan sibuk atau alasan-alasan yang lain tetapi berupaya mematuhi aturan yang berlaku," kata Febri.

Ia juga mengatakan KPK akan menyampaikan kepada instansi-instansi masing berupa daftar penyelenggara negara yang sudah melapor harta kekayaannya tepat waktu.

"Ketika disampaikan ke instansi masing-masing kami akan buat catatan mana penyelenggara negara yang melaporkan tepat waktu sebelum 31 Maret, artinya mana penyelenggara negara yang terlambat atau tidak tepat waktu dan mana yang tidak melapor sama sekali. Nanti ketentuan soal sanksinya ada di instansi masing-masing," ujarnya.

KPK pun sampai Senin ini masih melayani penyampaian LHKPN baik melalui sistem daring atau e-lhkpn maupun datang langsung ke gedung KPK, Jakarta.

"Sampai hari ini ada beberapa pihak juga yang masih melaporkan baik melalui jalur e-lhkpn di website ataupun datang langsung ke KPK. Tentu saja mereka yang lapor setelah 31 Maret 2019 akan tercatat pelaporan yang terlambat. Jadi, tidak tepat waktu meskipun nanti pelaporan itu tetap akan masuk ke dalam sistem," ungkap Febri.