Masalah Tanah Ulayat, Bupati Kuansing Mengaku sudah Berkoordinasi dengan Pemangku Adat
Bupati Kuansing, Suhardiman Amby saat kunjungan kerja di Benai
RIAU1.COM - Permasalahan hukum, yakni persoalan tanah, banyak terjadi di daerah, begitu juga di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Benturan atau kasus hukum tersebut, yakni terkait konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan.
Sebab itu, membuat para tokoh adat dan Ninik Mamak di Kenegerian Benai mengadukan masalah tersebut kepada Bupati Kuansing Dr. H. Suhardiman Amby, saat menggelar audiensi di Desa Talontam, Kecamatan Benai akhir pekan ini.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Kuansing, Suhardiman Amby mengatakan sudah melakukan koordinasi bersama lembaga adat dan tokoh adat.
"Ketentuannya diatur dalam UU No 41, kemudian melebur menjadi UU Cipta Kerja. Ada sekitar puluhan ketentuan yang dileburkan menjadi satu. Salah satu dari bagian pasalnya mencakup tanah adat, tanah ulayat dan keberadaan Ninik Mamak," jelas dia.
Sambung bupati, eksistensinya baru diakui apabila sudah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda). Untuk itu, Limbago Adat Nagori (LAN) dan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) sudah berkoordinasi membuat perdanya.
"Rancangan sudah selesai dan sudah final. Hal ini termasuk ke dalam usulan prioritas kita ke DPRD. Lebih lanjut akan kita ajukan dan membentuk pansus terkait Perda tentang tanah ulayat, Perda tentang LAN dan Perda tentang keuangan masyarakat adat atau Ninik Mamak," papar dia.
Lalu terkait Perda tanah adat, jika sudah disahkan, maka kewenangan Ninik Mamak untuk mengambil kayu sudah boleh, sepanjang itu untuk kepentingan pariwisata.
"Perlu digaris bawahi, bukan merambah atau ilegal logging. Tetapi, kayu tersebut dipilih secara rinci baik itu besarnya, panjang dan pendeknya serta berapa diameternya perlu diukur," tuturnya.*