2 Kalapas Diperiksa KPK Terkait Pemberian Fasilitas dan Izin Keluar Tahanan di Lapas Sukamiskin

2 Kalapas Diperiksa KPK Terkait Pemberian Fasilitas dan Izin Keluar Tahanan di Lapas Sukamiskin

17 Januari 2020
Gedung KPK. Foto: Antara.

Gedung KPK. Foto: Antara.

RIAU1.COM -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua kepala lembaga pemasyarakaran (kalapas) dalam penyidikan kasus suap terkait dengan pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung.

Dilansir dari Antara, Jumat (17/1/2020), dua kalapas yang dipanggil, yakni Kalapas Kelas IIB Serui Papua Djoko Sunarno dan Kalapas Kelas IIB Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Noveri Budisantoso. Keduanya diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (Maret 2018) Wahid Husein (WH).

"Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka WH terkait dengan tindak pidana korupsi suap pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri.

KPK, pada hari Rabu (16/10/2020), telah menetapkan lima orang tersangka dalam pengembangan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung. Lima orang itu, yakni Wahid Husein, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (2016 sampai dengan Maret 2018) Deddy Handoko (DHA).

Selanjutnya, Rahadian Azhar, Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan swasta atau warga binaan, dan Fuad Amin (FA) yang pernah sebagai Bupati Bangkalan atau warga binaan. Namun, Fuad telah meninggal dunia saat penyidikan berjalan.

Terkait dengan hal itu, KPK akan fokus menangani pada perkara yang melibatkan empat tersangka lainnya. Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa sebagai Kalapas Sukamiskin, tersangka Wahid memiliki kewenangan mengeluarkan izin tertulis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit dan mengeluarkan izin keluar lapas dalam hal-hal luar biasa (izin luar biasa) kepada warga binaan.

Sekitar Maret 2018, Wahid mulai mengenal seorang warga binaan yang kemudian dia panggil ke ruangannya sebulan kemudian. Dalam pertemuan itu, dia menanyakan tentang ketersediaan mobil jeep yang dimiliki warga binaan tersebut untuk dipakai oleh Wahid.

Loading...

Warga binaan tersebut kemudian mengatakan bahwa Wahid bisa menggunakan mobil jeep miliknya, yakni Toyota Landcruiser Hardtop tahun 1981 warna hitam dengan nomor polisi F 68 UP.

Sepekan kemudian, mobil tersebut diantar ke Lapas Sukamiskin beserta BPKB mobil tersebut. Sejak saat itu, Wahid menggunakan mobil tersebut sebagai kendaraan sehari-hari.

Selanjutnya, pada awal Mei 2018, Wahid memerintahkan untuk melakukan proses balik nama mobil tersebut dari yang semua atas nama salah satu warga binaan di Lapas Sukamiskin menjadi nama salah satu pembantu di rumah mertua Wahid.

Dua bulan kemudian atau sekitar Juli 2018, proses balik nama atas mobil Toyota Landcruiser Hardtop warna hiitam telah selesai. Nomor polisi telah berubah dari semula F 68 UP menjadi D 1252 OY. Meski mobil tersebut bukan atas nama Wahid hingga saat itu mobil masih dalam penguasaan Wahid.

Wahid tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa dua unit mobil dalam jangka waktu 30 hari kerja kepada KPK sebagaimana ketentuan Pasal 12 C UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.