Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Siadari
RIAU1.COM - Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Siadari, mendapat informasi adanya beberapa permasalahan terkait proses Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) SD hingga SMA Negeri.
Kondisi ini terjadi di beberapa sekolah yang dinilai favorit, terutama untuk tingkatan SMA Negeri.
“Laporan formal memang belum ada, namun informasi cukup banyak, ” ujar Lagat, yang dimuat Batampos.
Dikatakan Lagat, informasi itu akan ditindaklanjuti pada hari ini, Senin (3/7), ke beberapa sekolah favorit seperti SMAN 1 Batam dan SMAN 3 Batam. Dimana ia mendapat informasi, ada pihak yang melakukan intervensi dan lainnya kepada pihak sekolah.
“Saya sudah tanya bukti terhadap informasi itu, namun mereka tak bisa menunjukan bukti. Karena itu, Senin saya akan pantau dan tindak lanjuti informasi tersebut,” jelas Lagat.
Ia berharap, proses PPDB di Kepri dapat berjalan dengan baik, sehingga kualitas pendidikan untuk anak bisa terjaga. Karena itu, jangan sampai ada pihak yang mengintervensi, baik itu dari anggota dewan, ormas, tokoh masyarakat, pejabat dan masyarakat.
“Jangan sampai yang kami khawatirkan itu terjadi, adanya intervensi dari orang-orang kuat dan berkuasa agar titipan mereka diterima. Padahal tidak memenuhi syarat dari yang telah ditentukan,” tegas Lagat.
Menurut Lagat, kuota perombel untuk siswa SMP (32 siswa) atau SMA (36 siswa) sebenarnya sudah diatur oleh Permendikbud. Namun jika memang kondisi ini mendesak, penambahan kuota 15-20 persen bisa dilakukan, dengan syarat sarana dan prasarana memadai.
“Saya yakin, pihak sekolah dan dinas pasti akan mengeser mereka yang tidak diterima ke sekolah lain. Tapi dalam hal ini, banyak anak yang tidak mau, dan tetap memaksa. Kalau memang sudah urgent, bisa dilakukan penambahan kuota 15-20 persen, jadi 40-42 siswa perombel itu masih ok, jangan sampai lebih. Satu lagi asal meja dan bangku juga mencukupi,”jelas Lagat.
Tak hanya itu, Lagat juga berharap jika ada penambahan tak ada sekolah yang menjadikan fasilitas sekolah seperti laboratorium, musala, serta Pustaka sebagai ruang belajar. Tujuannya untuk menjaga kualitas pendidikan anak di sekolah.
“Pengalamannya juga, guru juga tak nyaman mengajar anak diluar kapasitas, karena guru bisa kesalahan, interaksi dengan guru juga berkurang. Kebanyak guru juga tak mau shift-shiftan, mereka cenderung menolak,” demikian Lagat.*