Kejari Batam/Tribunbatam.id
RIAU1.COM - Kerugiaan negara atas dugaan korupsi jasa kontruksi pembangunan Gedung BPJS TK Sekupang di Sagulung keluar. Namun, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam masih menunda pengumuman dengan alasan akan langsung menetapkan tersangka.
Kasi Intel Kejari Batam, Tiyan Andesta mengatakan hasil perhitungan kerugiaan negara dari BPK RI atas dugaan korupsi BPJS TK sudah keluar. Nilainya juga tak jauh beda dengan hasil temuan dari penyidik Pidana Khusus Kejari Batam.
“Hasil perhitungan kerugian negara dari BPK sudah rampung,” kata Tiyan yang dimuat batampos.
Menurut Tiyan, tak hanya nilai kerugiaan negara yang telah rampung, perbuatan melawan hukum atas proyek jasa kontruksi gedung BPJS TK itu juga telah rampung.
“Ekspos perbuatan melawan hukum juga rampung,” ujar dia.
Karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan mengumumkan hasil dari nilai kerugiaan hingga perbuatan melawan hukum.
“Kalau tak ada halangan, dalam minggu ini diumum kan,” tegas Tiyan.
Awal tahun lalu, Kepala Kejari Batam, I Ketut Kasna Dedi menyebutkan jika jaksa menemukan kerugiaan negara sekitar Rp 800 juta atas dugaan korupsi jasa rekontruksi pembangunan gedung BPJS TK di Sagulung. Namun untuk nilai pasti, harus ada perhitungan dari ahli keuangan, dalam hal ini BPK. Bahkan penyidik Kejari Batam telah mengantongi nama calon tersangka.
Diketahui proyek jasa kontruksi renovasi gedung BPJS Ketenagakerjaan Sekupang di 5 ruko kawasan Sagulung diduga merugikan negara Rp 1 miliar lebih. Dimana, untuk tahap awal, penyidik banyak menemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian pada proyek dengan Anggara Rp 9,2 miliar itu.
Lima ruko yang berada di kawasan Sagulung itu dibeli pada tahun 2019 lalu oleh BPJSTK Pusat. Total harga kelima ruko yang sudah siap huni itu yakni Rp 6,9 miliar.
Namun pada tahun 2022 lalu, BPJSTK kemudian menganggarkan Rp 9,2 miliar untuk proyek renovasi ke 5 ruko tersebut menjadi gedung. Hampir seluruh bagian ruko itu dirombak dan dihancurkan untuk dibuat menjadi satu gedung.
Namun sayang, proyek yang dijadwalkan selesai dalam 180 hari kerja itu tak berjalan sesuai rencana. Pekerjaan konstruksi pada saat progres kurang lebih 5 persen dihentikan, hal itu menyebabkan pengerjaan proyek itu terbengkalai sampai saat ini.*