Disnaker Batam Sebut Gaji Tak Sesuai UMK Bisa Jadi Pidana Ketenagakerjaan

12 April 2023
ilustrasi/net

ilustrasi/net

RIAU1.COM - Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2023 sudah ditetapkan sejak Desember tahun lalu, besarannya Rp 4.500.440. Namun, masih ada perusahaan yang menggaji karyawannya di bawah UMK. Bahkan, pemotongan gaji juga dilakukan.

Hal ini disampaikan salah seorang pekerja di bilangan Batam Center kepada Batam Pos. Ia mengaku, masih menerima gaji yang sangat jauh di bawah UMK yang ada.

“UMK 2022 gak sampai, apalagi yang 2023,” kata karyawan yang enggan namanya ditulis.

Terkait hal ini, Kepala UPT Pengawasan Disnaker Provinsi Kepri di Kota Batam, Aldy Admiral, menyebutkan, bahwa penggajian tidak sesuai dengan UMK yang telah ditentukan, adalah bentuk dari kejahatan ketenagakerjaan.

“Bisa jadi pidana ketenagakerjaan, bisa diadukan ke polisi atau ke kami. Selain itu, aturan UMK itu berlaku dari 1 Januari sampai 31 Desember, tidak ada penundaan,” ucap Aldy.

Sebab, hal ini diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, tentang ketenagakerjaan pasal 185. Pasal itu berbunyi barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2, pasal 68, pasal 69 ayat 2, pasal 8O, pasal 82, pasal 88A ayat 3, pasal 88E ayat 21, pasal 143, pasal 156 ayat 1, atau pasal 160 ayat 4, dikenai sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 4 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

“Sudah ada regulasi yang mengatur tentang itu,” ucap Aldy.

Jika ada kesepakatan antara perusahaan dan pekerja, tidak boleh melanggar aturan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pasal 88A ayat 4, yang berbunyi pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, buruh atau Serikat Pekerja, tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

“Bagi yang ingin melapor, silahkan memperlihatkan bukti slip gaji dan beberapa dokumen ke kami,” Aldy.

Hal yang senada disampaikan oleh KC Federasi Serikat Pekerja Metal Kota Batam, Yaped Ramon. Ia mengatakan, sudah ada aturan mengikat di SK Gubernur Kepri tahun 2022, tentang penetapan UMK Batam.

“Di dalamnya mengatur berapa besaran UMK dan berlaku per 1 Januari 2023,” ucapnya.

Apabila melanggar, Ramon mengatakan, sudah ada pidana penjara menanti para pengusaha. “Sudah ada aturannya di UU Cipta Kerja,” ujarnya.

THR Dibayarkan Menyesuaikan Gaji dan Aturan

Kepala UPT Pengawasan Disnaker Provinsi Kepri di Kota Batam, Aldy Admiral, mengatakan, bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) dibayarkan sesuai gaji dan aturan. Ia mengatakan, jika pekerja gajinya masih di bawah UMK. Maka, pengusaha harus menyesuaikan dulu sesuai dengan UMK yang ada.

“Barulah dibayarkan sesuai aturan atau besaran UMKnya,” ucapnya.

Selain itu, sudah ada edaran dari menteri tenaga kerja, bahwa THR dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum lebaran.

KC Federasi Serikat Pekerja Metal Kota Batam, Yaped Ramon mengatakan, bahwa THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan di perusahaan. Perhitungan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan dan lebih dari 12 bulan berbeda.

“THR diberikan kepada pekerja tanpa memandang status, pekerja tetap, pekerja kontrak, outsourcing, pekerja harian dan lain lain,” ujarnya.

Ramon mengatakan, THR tidak boleh dicicil dan perusahaan tidak boleh melakukan PHK atau memutus kontrak kerja untuk menghindar pembayaran THR.

Sementara itu, Pakar Hukum dari LBH Mawar Saron, Manggara Sijabat mengatakan THR adalah kewajiban yang harus diberikan oleh pengusaha, kepada pekerjanya. Hal ini sudah diatur oleh Undang-Undang dan dipertegas dalam surat edaran kemenaker (SE) M//HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2023 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

“THR keagamaan diatur dalam PP no 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, dalam pasal 9 yang intinya berisi tunjangan hari raya keagamaan wajib diberikan oleh pengusaha kepada Pekerja,” ucap Manggara.

Ia mengatakan, secara jelas sudah ada sanksi diberikan, jika tidak melaksanakan kewajiban sesuai aturan yang berlaku.

“Dalam pasal 79 PP tersebut yaitu sanksi administratif meliputi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pemberhentian sementara usaha nya dan pembekuan kegiatan usaha,” ujar Manggara.

Namun, permasalahan THR bisa masuk ranah pidana. Jika ada penyelewengan THR.

“THR sebenarnya ada, tapi manajemen perusahaan tidak menyalurkannya ke pekerja. bisa masuk dugaan tindak pidana penggelapan,” ujarnya.*