
RSUD Embung Fatimah Batam
RIAU1.COM - Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat mantan dua pengawai RSUD Embung Fatimah Batam akan bergulir di Pengadilan Tipikor di Tanjungpinang. Agenda sidang perdana yakni dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) yang diagendakan pada Kamis (6/3).
Kasi Pidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan mengatakan berkas perkara sudah dilimpahkan pekan lalu ke Pengadilan Tipikor. Pengadilan Tipikor pun telah menyusun jadwal sidang untuk perkara tersebut.
“Untuk jadwal sidang perdana, dijadwalkan Kamis (6/3),” ujar Tohom, Selasa (4/3) yang dimuat Batampos.
Menurut dia, agenda sidang perdana perkara tersebut adalah dakwaan dari jaksa. Dalam dakwaan jaksa, keduanya dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi pasal 2 atau 3.
“Sidang awal pembacaan dakwaan,” tegas Tohom.
Untuk kedua tersangka saat ini berada di Rutan Tanjungpinang. Ia memastikan kondisi kedua tersangka dalam keadaan sehat.
“Tersangka dalam kondisi sehat, mudah-mudahan tetap sehat sampai sidang berlangsung,” pungkasnya.
Penyidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam menetapkan dua tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan anggaran tahun 2016 RSUD Embung Fatimah Batam, Jumat (22/11/2024). Kedua tersangka yang langsung ditahan oleh penyidik itu adalah D dan M, merupakan mantan pegawai RSUD Embung Fatimah Batam dan masih aktif sebagai PNS.
D merupakan Bendahara BLUD (Januari-April 2016) dan selaku Pembantu Bendahara BLUD (Mei-Desember 2016), sedangkan M Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, keduanya dipanggil untuk memberi keterangan pada Jumat pagi. Namun setelah proses pemeriksaan, penyidik akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Proses pemeriksaan keduanya sebagai tersangka selesai pada pukul 18.30 WIB di ruang penyidik Pidsus. Kemudian, penyidik langsung memutuskan untuk melakukan penahanan kepada kedua tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi mengatakan penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang telah lengkap. Dimana pihaknya sempat memeriksa keduanya dan akhirnya menetapkan sebagai tersangka.
Menurut dia, dari hasil penyidikan pihaknya menemukan fakta bahwa tersangka B saat itu menjabat sebagai Bendahara BLUD telah melakukan pencatatan belanja BLUD lebih tinggi atau mark-up. Sedangkan M yang merupakan bagian Kepala Keuangan RSUD diduga telah meloloskan verifikasi pertanggungjawaban Bendahara BLUD TA 2016, meskipun mengetahui terdapat transaksi belanja BLUD yang tidak didukung SPJ.
Kemudian melakukan pencatatan ganda bukti pertanggungjawaban belanja obat dan BAP. Kemudian mencatat belanja fiktif, mencatat belanja tanpa SPJ. adi keduanya saling bekerjasama untuk melakukan korupsi tersebut.
Dari hasil penyidikan dan perhitungan ahli, didapat nilai kerugiaan negara atas mark-up pada belanja di SPJ 2016 sekitar Rp 840 juta. Uang ratusan juta itu tidak memiliki pertanggungjawaban.*