
Ilustrasi/Shutterstock
RIAU1.COM - Kota Batam punya ambisi sebagai rumah baru bagi industri data center Asia Tenggara.
Kepala Pusat Pengembangan KPBPB dan KEK BP Batam, Irfan Syakir Widyasa, menyebutkan saat ini ada 18 proyek data center yang tengah berproses di pulau industri ini. Separuh di antaranya berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park (NDP).
“Nine sudah berjalan di Nongsa, empat lagi segera masuk, sementara lima lainnya ada di luar KEK,” katanya, Senin (28/4) yang dimuat Batampos.
Dia menandakan geliat besar di sektor yang kini menjadi tulang punggung ekonomi digital dunia. Selama periode 2023 hingga 2024 saja, investasi di sektor data center dan telekomunikasi Batam tercatat mencapai Rp446 miliar.
Nongsa Digital Park, yang selama ini lebih dikenal sebagai “Silicon Valley”-nya Batam, mulai menjelma sebagai lumbung data center terbesar. Dua fasilitas pertama bahkan telah beroperasi sejak Desember 2024. Empat data center lain saat ini sedang berprogres di kawasan ini, memperkuat posisi Batam dalam peta industri digital regional.
Di balik semangat pembangunan itu, Direktur Utama PT Tamarin, Mike Wiluan, menuturkan bahwa perjalanan ini adalah maraton panjang. Targetnya, hingga 2040, investasi di Nongsa akan menembus angka Rp40 triliun.
Akan tetapi, jalan menuju kejayaan tidak pernah tanpa rintangan. Batam harus bersaing ketat dengan Johor Bahru, Malaysia, yang kini menjadi primadona baru bagi raksasa-raksasa digital dunia.
“Di sana, insentif-insentifnya luar biasa, termasuk potongan tarif listrik. Kita di Batam masih harus membayar harga listrik premium,” kata Mike.
Di tengah persaingan itu, kebutuhan listrik untuk menopang data center di Nongsa diperkirakan akan melonjak drastis. Dari sembilan data center yang dikembangkan di Nongsa, nilai investasinya saja sudah mencapai Rp38 triliun, dengan konsumsi listrik total diperkirakan mencapai 550 megavolt-ampere (MVA).
Sejumlah nama besar sudah bergabung di barisan investor, mulai dari GDS Shanghai, Princeton Digital Group dari Singapura, BWD dari Selandia Baru, hinga Gaw Capital dari Hongkong dan Komdigi.
Untuk memenangkan pertarungan ini, Batam butuh infrastruktur digital kelas dunia: listrik stabil, air bersih, serta koneksi fiber optic internasional dengan tingkat redundancy tinggi.
“Kalau infrastruktur ini dibangun dengan serius, Batam bisa menjadi digital hub besar di kawasan Asia Tenggara,” ujar dia.
Namun, ancaman Johor bukan sekadar wacana. Dalam tiga tahun terakhir, kota di selatan Malaysia itu telah menarik lebih dari 50 proyek data center, termasuk milik Google, Amazon, Nvidia, hingga Alibaba. Bahkan, Malaysia diprediksi akan menjadi pasar data center terbesar kedua di dunia dalam lima tahun mendatang, setelah Amerika Serikat.
Untuk memperkuat posisinya, KEK Nongsa telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) untuk pasokan listrik sebesar 369 MVA hingga tahun 2031.
Saat ini, KEK Nongsa telah berhasil menyambungkan pasokan listrik sebesar 2×30 MVA, dan permintaan diproyeksikan melonjak menjadi 1.064 MVA. Langkah ini juga disertai komitmen menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) guna mendukung target global pengurangan emisi karbon.
Ketua Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), Hendra Suryakusuma, mengingatkan, bukan hanya infrastruktur fisik yang harus diperbaiki, melainkan juga regulasi. “Kita perlu aturan jelas soal on-shoring data regulation. Ini penting untuk menjamin keamanan data dan membangun kepercayaan pengguna,” tambahnya.
Kata dia, kebutuhan daya listrik kini melonjak tajam, terutama karena penggunaan teknologi baru seperti kecerdasan buatan atau AI yang mendorong kebutuhan server hingga 100 kilowatt per rak.
Sebagai solusi, para pemain data center kini beralih menggunakan sistem pendingin cair langsung (direct liquid cooling), serta menyiapkan backup energi dari genset, UPS, dan tangki bahan bakar.*