Langgar Kode Etik. Ketua Bawaslu Bintan Dipecat DKPP

Langgar Kode Etik. Ketua Bawaslu Bintan Dipecat DKPP

1 April 2021
Ketua Majelis Hakim DKPP RI, Muhammad saat membacakan amar putusan sidang Kode Etik dan Penyelenggara Pemilu (KEPP) Rabu 31 Maret 2021. (foto: Dok DKPP)

Ketua Majelis Hakim DKPP RI, Muhammad saat membacakan amar putusan sidang Kode Etik dan Penyelenggara Pemilu (KEPP) Rabu 31 Maret 2021. (foto: Dok DKPP)

RIAU1.COM -Ketua Bawaslu Bintan terbukti melanggar Kode Etik dan Penyelenggara Pemilu (KEPP), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan, Ketua Bawaslu Bintan.

Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim DKPP RI, Muhammad dan diikuti enam anggota sidang lainnya melalui putusan Perkara Nomor 27/PKE/DKPP/I/2021 dalam sidang virtual di Gedung DKPP RI, Rabu (31/3/2021).

“Memutuskan mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua merangkap jabatan sebagai anggota Bawaslu Bintan kepada Febriadinata,” ujar Muhammad.

Putuskan yang dibacakan, berlaku terhitung sejak keputusan ini dibacakan.

Selanjutnya, majelis DKPP juga memerintahkan untuk merehabilitasi nama baik teradu II yaitu Sabrina Putra, selaku tenaga pelaksana teknis Bawaslu Bintan.

“Memerintahkan Bawaslu Kepri untuk melaksanakan keputusan ini sepanjang terhadap teradu I paling lama 7 hari sejak keputusan ini dibacakan,” ujarnya.

Memerintahkan koordinator sekretariat Bawaslu Bintan untuk melaksanakan keputusan ini sepanjang terhadap teradu II paling lama 7 hari sejak keputusan ini dibacakan.

“Dan meminta kepada Bawaslu RI untuk mengawasi pelaksanaan keputusan ini,” tuturnya.

Sebelumnya, majelis hakim telah membacakan laporan pengadu, keterangan pengadu, jawaban para teradu, mendengarkan keterangan saksi, memeriksa dan mempelajari dengan seksama segala bukti yang diajukan.

Dari fakta persidangan terkuak, bahwa pada 27 November 2020, Melianti melaporkan peristiwa di Rumah Makan Ibu Yanti yang terjadi pada 21 November 2020 yang diduga sebagai pelanggaran politik uang oleh Calon Bupati Nomor Urut 1 Apri Sujadi bersama anggota Sapma Pemuda Pancasila (PP).

Para teradu, kemudian mencatat laporan tersebut dengan Nomor 003 dan seterusnya serta berdasarkan berita acara Nomor 015 tertanggal 29 November 2020. Laporan dinyatakan memenuhi syarat formil materil untuk ditindaklanjuti bersama Sentra Gakkumdu.

Dari hasil pembahasan pertama diputuskan, laporan dilanjutkan ke tahap penanganan pelanggaran. Lalu pembahasan selanjutnya melakukan klarifikasi serta menyusun kajian.

“Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa tidak memenuhi unsur pelanggaran Pasal 187 A Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2015 sehingga tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan,” kata Muhammad.

Terungkap juga fakta, bahwa pada pembahasan kedua Sentra Gakkumdu 3 Desember 2020, unsur kepolisian menyampaikan pendapat berbeda, sesuai dokumen laporan penyelidikan 2 Desember 2020 atas Laporan Nomor 01, 03 dan seterusnya, yang menyatakan telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 187 A Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2015.

Loading...

“Penyidik berkeyakinan bahwa terlapor yaitu Paslon Bupati Bintan Nomor Urut 1, Apri Sujadi, diduga telah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjanjikan dan memberikan sesuatu imbalan untuk memilih,” bebernya.

Faktanya, bahwa dalam pertemuan di Rumah Makan Ibu Yanti Lantai II, atas ajakan relawan terlapor untuk bertemu Apri Sujadi. Pertemuan tersebut dimaksudkan mempengaruhi peserta yang hadir, agar memilih Apri Sujadi dengan imbalan uang pecahan Rp100 sebanyak dua lembar yang dimasukkan ke dalam amplop putih.

Laporan hasil penyelidikan itu, juga dikuatkan dengan laporan 3 orang saksi Trinia Ayunda, Jalaluddin, dan Topan dalam persidangan kode etik.

“Sehingga hasil penyelidikan menyatakan memenuhi unsur pidana pemilihan namun sebaliknya Ketua Bawaslu Bintan justru menyatakan laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu,” ujarnya.

Atas dasar itu, DKPP menyatakan, Ketua Bawaslu Bintan telah melanggar Pasal 6 Ayat 3 Huruf F Pasal 11 Huruf D Pasal 15 Huruf A Pasal 16 Huruf E Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.

“Dia terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” sebutnya.

Sedangkan teradu II yaitu Sabrina Putra, merupakan tenaga teknis melaksanakan tugas sebagai klarifikator dibawah koordinasi terhadap Ketua Bawaslu Bintan.

Untuk itu tindakan Sabrima Putra dalam melaksana kan perintah atasan berdasarkan peraturan perundang-undangan, tidak dapat dipertanggungkan terhadap Ketua Bawaslu Bintan.

“Demikian dalil pengaduan ke teradu II tidak beralasan hukum maupun etika. Sehingga Sabrina Putra tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ucapnya.

Awalnya, Anggota DKPP RI, dr Ida Budhiati membacakan pokok permasalahan Nomor Urut 9 Perkara Nomor: 27/PKE/DKPP/I/ 2021. Yaitu menjatuhkan putusan dugaan pelanggaran kode etik dan penyelenggara pemilu yang diajukan pengadu, Sapta Priyono.

Sapta Priyono merupakan Timses Paslon Bupati Bintan Nomor Urut 02 Alias Wello-Dalmasri Syam memberikan kuasa kepada Johnson Panjaitan dan kawan-kawan selaku advokat. (presmedia)