Beton Lentur Ciptaan Ilmuwan Australia Cocok untuk Wilayah Indonesia yang Rawan Gempa

6 Maret 2020
Material beton lentur. Foto: Daiymail.co.uk.

Material beton lentur. Foto: Daiymail.co.uk.

RIAU1.COM -Ilmuwan di Australia menciptakan beton lentur yang jika digunakan dapat menyelamatkan bangunan dari bencana gempa bumi. Mereka mengembangkan material tersebut dari abu sisa pembakaran di pembangkit listrik tenaga batu bara.

Sebuah video menunjukkan material baru itu yang diberi judul ‘komposit geopolimer yang direkayasa'. Hasilnya mengesankan karena hanya melengkung ketika ditekan dengan bobot yang dapat memecah beton konvensional menjadi dua.

"Hasil tes laboratorium kami menunjukkan bahwa beton lentur ini sekitar 400 kali lebih dapat ditekuk daripada beton normal tapi memiliki kekuatan yang sama," kata Behzad Nematollahi dari Fakultas Sains, Teknik dan Teknologi, Universitas Teknologi Swinburne di Melbourne, Australia, dikutip dari Tempo.co, Jumat (6/3/2020).

Beton ini direkomendasikan untuk digunakan di wilayah zona gempa di negara-negara seperti Jepang dan Selandia Baru, termasuk juga Indonesia. 

"Kualitasnya memiliki efek besar terhadap ketahanan infrastruktur kita seperti bangunan, jembatan, dan terowongan,” ujar Nematollahi.

Beton konvensional tidak hanya rentan hancur ketika diregangkan atau ditekuk, tapi juga menghasilkan jejak karbon yang sangat besar. Hal ini terjadi karena produksi semen melibatkan pemanasan batu kapur hingga suhu yang sangat tinggi, yang melepaskan karbondioksida.

Penggunaan limbah industri pembangkit listrik membuat material beton ini tergolong ramah lingkungan. Tim menggunakan abu sisa pembakaran yang rendah kalsium, dipasok dari pembangkit listrik Gladstone di Queensland, Australia, plus dua jenis produk sampingan seperti kaca yang dibentuk dalam peleburan dan pengelasan.

Produksi beton lentur ini membutuhkan sekitar 36 persen lebih sedikit energi. Sebaliknya melepas karbon dioksida hingga 76 persen lebih sedikit dibandingkan dengan metode beton fleksibel lainnya.

Dimasukkannya serat polimer pendek dalam campuran sejenis serat berbahan kimia sintetis, menciptakan banyak retakan seukuran rambut saat diletakkan di bawah tekanan untuk mencegahnya pecah. Tim merinci beton berkelanjutan mereka dalam jurnal Constructiom and Building Materials.

"Beton adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan di dunia. Kenyataannya, itu adalah bahan yang paling banyak dikonsumsi manusia setelah air," kata Nematollahi.