Pembunuhan Komandan Pasukan Iran Qassem Soleimani Direncanakan Presiden Trump Tahun Lalu

14 Januari 2020
Jenderal Qassem Soleimani. Foto: Business Insider.

Jenderal Qassem Soleimani. Foto: Business Insider.

RIAU1.COM -Keputusan Donald Trump memerintahkan pembunuhan Komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani, menuai keraguan. Karena kurangnya fakta intelijen untuk menjustifikasi serangan.

Donald Trump sebelumnya mengatakan serangan drone terhadap Qassem Soleimani untuk mencegahnya menyerang Kedubes AS di Irak dan negara lain di kawasan tersebut. Namun, baru-baru ini Trump mengatakan bahwa tidak penting apakah Qassem Soleimani betul-betul mengancam aset Amerika Serikat.

Sejak mengkonfirmasi bahwa Soleimani telah terbunuh oleh serangan pesawat drone AS di Baghdad, pejabat pemerintah AS mengklaim mereka bertindak karena ada risiko serangan terhadap diplomat Amerika dan anggota keamanan Amerika di Irak dan di seluruh wilayah itu. Pemerintah belum secara terbuka merilis bukti yang mendukung klaimnya, dan komentar selama akhir pekan hanya menimbulkan pertanyaan baru tentang intelijen yang digunakannya untuk memerintahkan serangan.

Demokrat dan sejumlah Republikan di Kongres mempertanyakan pembenaran serangan-serangan itu. Mereka belum diberi pengarahan yang memadai dan terperinci.

Pekan lalu, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Iran telah siap menyerang empat kedutaan besar Amerika sebelum Soleimani terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS pada 3 Januari. Tetapi pada hari Minggu, menteri pertahanan AS, Mark Esper, mengatakan dia tidak melihat bukti spesifik bahwa Iran merencanakan serangan.

"Apa yang dikatakan presiden adalah bahwa mungkin ada serangan tambahan terhadap kedutaan. Saya berbagi pandangan itu. Presiden tidak mengutip bukti spesifik," kata Esper.

Kesaksian mengejutkan datang dari sumber mantan pejabat dan pejabat senior pemerintahan AS saat ini. Trump sudah memerintahkan pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani tujuh bulan lalu, jika Iran meningkatkan agresi terhadap warga Amerika, menurut laporan Sky News.

"Arahan presiden pada bulan Juni datang dengan syarat bahwa Trump akan memiliki penandatanganan akhir pada operasi spesifik untuk membunuh Mayor Jenderal Soleimani," kata para pejabat.

Keputusan itu menjelaskan mengapa pembunuhan Soleimani ada di menu pilihan yang disajikan militer kepada Trump dua minggu lalu untuk membalas serangan milisi proksi Iran di Irak. Pasalnya, seorang kontraktor AS tewas dan empat anggota keamanan AS terluka.

Namun, waktu tersebut dapat merusak justifikasi Trump yang memerintahkan serangan pesawat drone yang menewaskan Soleimani di Baghdad pada 3 Januari. Para pejabat mengatakan Mayor Jenderal Soleimani, pemimpin Pasukan elit Quds Garda Revolusi Iran, merencanakan serangan pada orang Amerika dan harus dihentikan.

"Ada sejumlah opsi yang diberikan kepada presiden selama waktu itu," kata seorang pejabat senior.

Beberapa waktu lalu, ajudan presiden menempatkan pembunuhan Mayor Jenderal Soleimani dalam daftar tanggapan potensial terhadap agresi Iran. Setelah Iran menembak jatuh pesawat drone AS pada bulan Juni lalu, John Bolton, penasihat keamanan nasional Trump pada saat itu, mendesaknya untuk membalas dengan menandatangani sebuah operasi untuk membunuh Mayor Jenderal Soleimani.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo juga ingin Trump mengesahkan pembunuhan itu, kata para pejabat. Namun Trump menolak gagasan itu, dengan mengatakan bahwa dia akan mengambil langkah itu hanya jika Iran membunuh seorang Amerika.

Pesan presiden adalah serangan terhadap Soleimani dilakukan jika Iran membunuh orang Amerika, menurut sumber yang mengetahui rencana ini.

Baik Gedung Putih maupun Dewan Keamanan Nasional tidak menanggapi permintaan komentar terkait kesaksian sumber. Bolton dan Departemen Luar Negeri juga tidak menanggapi permintaan komentar. 

Menlu AS Mike Pompeo hanya mengatakan serangan terhadap Soleimani hanya strategi yang lebih luas untuk mencegat ancaman musuh, yang juga berlaku, misalnya, terhadap Rusia dan Cina, menurut laporan Reuters.