Demonstran dan Aparat Kembali Bentrok di Hongkong, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Demonstran dan Aparat Kembali Bentrok di Hongkong, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

9 September 2019
Demo Hongkong memanas lagi, Minggu.

Demo Hongkong memanas lagi, Minggu.

RIAU1.COM - Demo di Hongkong kian memanas. Bentrokan kembali terjadi antara petugas polisi dengan pengunjuk rasa dalam demo Hong Kong pada hari Minggu (8/9/19).

Dalam demo di distrik perbelanjaan kelas atas Causeway Bay itu polisi Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa setelah ribuan demonstran berkumpul di Konsulat Amerika Serikat (AS) untuk meminta bantuan bagi wilayah yang masih dikuasai China itu.
 

Akibat hal itu, para demonstran berpencar ke wilayah Admiralty di dekatnya, ke distrik bar Wan Chai dan ke Causeway Bay, di mana aksi kejar-kejaran kembali terjadi. Demo Minggu kemarin merupakan lanjutan dari demo anti pemerintah yang sudah terjadi sekitar tiga bulan terakhir di salah satu pusat keuangan dunia itu.

 

Seperti dilansir CNBC Indonesia, Senin, 9 September 2019, Para pendemo juga dilaporkan membentuk barikade dengan pagar logam, menghancurkan jendela, menyalakan api dengan membakar kotak kardus di jalanan dan merusak stasiun metro MTR di Central, distrik paling maju dari bekas jajahan Inggris itu.

Distrik Central, tempat bagi berbagai bank, toko perhiasan, dan pusat perbelanjaan bermerek, dipenuhi grafiti, pecahan kaca, dan batu bata yang dihancurkan pendemo.

"Kita tidak bisa pergi karena ada polisi anti huru hara," kata seorang pengunjuk rasa bernama Oscar di Causeway Bay. "Mereka menembakkan gas air mata dari stasiun. Kami sedang menuju ke North Point," tambah lelaki berusia 20 tahun itu, mengutip Reuters.

Demo ini terjadi setelah pekan lalu Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penarikan penuh dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang telah memicu demo. Pengumuman Lam ditujukan untuk mengakhiri demo. Namun, nampaknya langkah yang diambilnya itu gagal menenangkan pendemo.

 

RUU yang menjadi akar demo itu memungkinkan pelaku kriminal Hong Kong untuk diekstradisi ke daratan China dan diadili di pengadilan yang dikendalikan oleh Partai Komunis.

Warga Hong Kong tidak terima dengan hal itu, menganggap langkah itu bisa merenggut kebebasan kota itu, selain itu, Hong Kong juga memiliki peradilan independen yang berasal dari pemerintahan Inggris meski masih menjadi wilayah China.

R1/Hee