Kalah di Praperadilan, Kejari Inhil Sebut Hakim Mengutip Pendapat Setengah-setengah
Kalah di Praperadilan, Kejari Inhil Sebut Hakim Mengutip Pendapat Setengah-setengah
RIAU1.COM -Pengadilan Negeri Tembilahan secara resmi memutuskan jika penetapan status tersangka Indra Muchlis Adnan mantan Bupati Inhil oleh Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir tidak sah atau cacat hukum, Senin 11 Juli 2022.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indragiri Hilir Rini Triningsih mengatakan bahwa pihaknya tetap menghargai hasil putusan yang telah diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri Tembilahan.
"Kami menghargai keputusan hakim, keputusan ini jelas tidak dapat banding, tidak dapat PK dan kita akan keluarkan IMA malam ini juga," ungkap Kajari Inhil Rini Triningsih kepada Media Riau1.com.
Namun menurut Rini, pihaknya tetap akan melakukan langkah-langkah hukum untuk menindaklanjuti putusan hakim ini karena di Perma (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2016 disebut apabila ada putusan Praperadilan yang tidak mengindahkan hal-hal yang fundamental, maka ada MA (Mahkamah Agung) yang mengawasinya.
"Kita tidak tinggal diam, kita akan lakukan upaya hukum sesuai aturan," jelas Rini.
Lebih lanjut, Kajari Inhil menyatakan bahwa hakim dalam menetapkan putusan berpedoman pada ahli yang diajukan oleh pemohon khususnya ahli hukum pidana sehingga pihaknya menilai jika hakim mengutip pendapat ahli hanya setengah-setengah atau tidak satu kesatuan.
"Didalam pertimbangan hakim tersebut menyatakan bahwa Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) hanya untuk satu tersangka. Sementara kemarin ahli pidana menyatakan bahwa Sprindik itu hanya satu dan tidak paham apa itu Sprindik umum dan Sprindik khusus karena itu internal masing-masing APH (Aparat Penegak Hukum) karena mempunyai SOP masing-masing," lanjutnya.
Lebih jauh Rini menjelaskan jika pada saat persidangan ahli bidang hukum pidana menerangkan bahwa barang bukti boleh digunakan untuk Dua orang tersangka asal Satu pokok perkara, tapi ternyata hakim berpendapat barang bukti yang diajukan penyidik Kejari Inhil tidak boleh digunakan untuk tersangka IMA namun hanya untuk tersangka lain yaitu atas nama ZI.
"Hakim menafsirkan lain dan mengambil setengah-setengah, harusnya hakim mengambil keseluruhannya bukan sepotong-sepotong dan penafsirannya akan lain. Kita sangat mungkin bisa melakukan penetapan tersangka kembali kepada IMA sesuai aturan, pada intinya hal yang paling krusial pada putusan Praperadilan tersebut adalah mempersalahkan Sprindik umum dan khusus dan hakim sudah menyimpulkan bahwa 1 Sprindik untuk 1 tersangka," jelasnya.
"Itu yang saya tidak sependapat, tapi karena Praperadilan tidak ada upaya hukum maka mau tidak mau kita harus laksanakan putusan itu. Cara lain kita bisa menetapkan tersangka lagi, dengan mencari dua alat bukti baru," pungkasnya.
Diketahui, perjalanan kasus ini bermula saat pihak Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir menggesa penyidikan dugaan korupsi penyertaan modal pada BUMD Kabupaten Indragiri Hilir, PT Gemilang Citra Mandiri Tahun 2004-2006.
Korps Adhyaksa tersebut telah mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi untuk melengkapi berkas perkara bagi para tersangka.
Adapun tersangka dimaksud adalah mantan Bupati Inhil, Indra Muchlis Adnan (IMA) dan Direktur PT Gemilang Citra Mandiri (GCM) Zainul Ikhwan (ZI).
Penetapan tersangka dilakukan Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhil setelah dilakukan ekspos pada Kamis (16/6) lalu.
Dari dua tersangka tersebut, Zainul Ikhwan telah dilakukan penahanan usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka namun penyidik juga berupaya untuk memanggil Indra Muchlis Adnan untuk bisa hadir ke Kantor Kejari Inhil tapi hal itu terkendala mengingat Indra Muchlis dikabarkan dalam keadaan sakit.
Namun pada panggilan selanjutnya, Indra Muchlis Adnan hadir ke Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir dan setelah dilakukan penyidikan, pihak Kejari Inhil langsung melakukan penahanan kepadanya di Lapas Klas IIA Tembilahan yang mana selanjutnya pihak IMA melakukan upaya Praperadilan.
Dari informasi yang disampaikan Kejaksaan, kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,1 miliar.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhil pada Tahun 2004-2006 memang melakukan penyertaan modal ke PT GCM sebesar Rp4,2 miliar yang mana uang tersebut bersumber dari APBD-P Tahun 2004 Kabupaten Inhil.
Dalam penanganan perkara ini, penyidik Kejaksaan telah menyita aset berupa tanah milik PT GCM yang berada di Air Hitam Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka dengan luas 30 meter x 40 meter serta tanah di Kecamatan Kempas seluas 50 x 100 meter.