Dari Mabloe Belajar ke Zamrud, Ekspedisi dan Pengelolaan Kawasan Konservasi

31 Desember 2021
Salah Satu Pulau di Danau Besar Taman Nasional Zamrud

Salah Satu Pulau di Danau Besar Taman Nasional Zamrud

RIAU1.COM -Saya dan seorang rekan mendapat mandat besar dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Indragiri Hilir untuk ikut mewakili dalam kegiatan Lomba Karya Tulis Jurnalistik (LKTJ) Taman Nasional Zamrud (TNZ) serta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) wartawan PWI Riau di Kabupaten Siak Sri Indrapura, 26-27 November 2021 lalu.

Tema LKTJ dibuat jelas oleh panitia pelaksana yaitu Ekspos Potensi Wisata TNZ dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Zamrud. Dimana peserta merupakan wartawan-wartawati handal dari berbagai media massa cetak maupun online.

Dari Tembilahan Kota Seribu Jembatan, saya dan rekan berangkat malam hari menuju ke Kota Bertuah Pekanbaru untuk selanjutnya bergabung dengan rombongan bus PWI Riau menuju ke Kota Istana Siak Sri Indrapura. 8 jam Perjalanan Tembilahan-Pekanbaru dan 3 jam lagi untuk sampai di Asrama Haji Kota Siak tempat kami menginap.

Setelah sehari mengikuti Diklat Wartawan, esoknya pada Sabtu 27 November 2021 kami mulai melakukan ekspedisi ke TNZ yang lokasinya tersembunyi di pedalaman Sungai Apit serta berkeliling danau hingga wawancara nelayan dan mengambil foto-foto.

Dari Asrama Haji kota Siak, semua peserta berangkat sekitar pukul 8 pagi menggunakan bus dan baru tiba di titik lokasi kilometer 93 Danau TNZ sekitar pukul 9 pagi. Untuk sampai ke lokasi, Medan jalan cukup berat memang harus dilewati, mulai dari jalan aspal hingga jalan tanah berpasir yang apabila dibasahi hujan akan menjadi genangan-genangan lumpur yang cukup dalam.

Saat memasuki gerbang TNZ, penjagaan ketat tim security dari Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako (BOB BSP)-Pertamina Hulu mulai terlihat, memang saat ini TNZ telah disepakati dikelola oleh BOB yang terdiri dari PT BSP, Pemkab Siak dan pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau dan masih menjadi lokasi wisata terbatas alias belum terbuka untuk seluruh kalangan umum.

Taman Nasional Zamrud memiliki 2 danau wisata yang eksotis yakni Danau Bawah seluas 316 hektare dan Danau Atas/Besar seluas 2.416 hektare. Dimana posisi keduanya cukup tersembunyi di kawasan konservasi zamrud yang terbentang luas hingga 31.480 hektare.

Meski kedua danau ini terpisah, namun air tawarnya tetap disatukan oleh anak sungai. Di tengah-tengah antara keduanya adalah line pipa perusahaan minyak dan gas (Migas) dari BOB PT BSP-Pertamina Hulu. Line ini juga selaras dengan jalur transportasi darat, luasnya cukup memadai untuk kendaraan roda empat hingga bus.

Empat pulau menjadi hiasan Danau Zamrud, yaitu Pulau Besar, Pulau Tengah, Pulau Bungsu, dan Pulau Beruk. Empat pulau itu terbentuk dari endapan lumpur dan tumbuh-tumbuhan yang menghiasi danau.

Saat tiba dititik kumpul, puluhan wartawan peserta LKTJ Taman Nasional Zamrud sudah disambut belasan perahu kayu kecil milik nelayan setempat untuk selanjutnya dibawa berkeliling ke danau Zamrud selama sekitar 2 jam lebih. 

Tantangan yang cukup menarik, yaitu menembus vegetasi bakung yang rapat dan tinggi sebelum benar-benar masuk ke bagian danau besar. Rata-rata perahu yang dipakai adalah perahu kecil dengan mesin speed boat 14 PK dan muatan maksimal 4 orang saja.

Pada saat istirahat makan siang, rombongan juga berkesempatan untuk mengunjungi plot keramba ikan kelompok tani nelayan hutan Danau Zamrud yang merupakan wujud kerjasama kemitraan konservasi di TN Zamrud. Meski hanya disuguhkan nasi bungkus Padang, namun tidak mengurangi kenikmatan yang tersaji saat makan sambil melihat pohon-pohon besar dan luasnya danau.

Dengan pengelolaan oleh BOB, Taman Nasional Zamrud tentunya akan semakin tertata dan berbenah. Apalagi saat ini sudah disiapkan master plan sebagai wisata alam berbasis danau.

Di Kabupaten Indragiri Hilir tempat penulis lahir juga ada lokasi danau indah yang masih asri dan tersembunyi. Namanya Danau Mabloe yang berlokasi di Pulau Basu tepatnya di Desa Sungai Bela, Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra).

Pengelolaan Danau Mabloe yang berada di posisi pesisir timur Sumatera ini tentu dapat mempelajari sistem tata kelola dari Taman Nasional Zamrud. Sebab jika hanya mengandalkan kemampuan anggaran Pemkab Indragiri Hilir seperti saat ini, maka surga tersembunyi Mabloe akhirnya akan terbengkalai dan hilang termakan zaman.

Mabloe dengan beragam jenis fauna, khususnya spesies burung yang tersebar di sekitar kawasan tersebut harus banyak belajar pada Zamrud, pasalnya tidak ada satu alat transportasi yang mampu masuk ke area danau itu jika kondisi air sedang surut. 
 
Mirip dengan Zamrud, Danau Mabloe yang berbentuk kubah gambut ini juga terbentuk melalui proses secara alami pelapukan gambut di dalam cekungan kubah selama ratusan tahun. Oleh karenanya, maka membuat air Danau Mabloe berwarna hitam alami seperti pada Danau Zamrud.

Danau di Taman Nasional Zamrud memang berair hitam pekat, saya sudah mencoba meminumnya. Rasanya cukup tawar, mirip rasa air hujan. Mungkin inilah salah satu rahasia kenapa Zamrud merupakan danau langka di Indonesia bahkan Dunia.

1. Sejarah

Pada 1930, sebagaimana dinyatakan dalam sejarah Kerajaan Siak bahwa izin penambangan minyak bumi pertama di Riau diberikan oleh Sultan Siak ke-12, yakni Sultan Syarif Kasim II kepada perusahaan minyak asal Amerika N.V. Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM). Hal ini tercatat sebagai bagian dari peristiwa penting selama Kerajaan Siak berdiri.

Sejak tahun 1970an - NPPM mengubah namanya menjadi PT. Caltex Pacific Indonesia (PT CPI). Kala itu Julius Tahija, mantan Dewan Komisaris PT Caltex Pasific
Indonesia yang pertama menemukan dua danau di wilayah operasi
CPI di Kabupaten Siak dan mengajak Emil Salim untuk
mendukung gagasan konservasi kawasan tersebut. 

Nama Emil Salim dan lingkungan hidup memang tak bisa dipisahkan. Kepeduliannya pada lingkungan membuat Emil Salim pernah dipercaya sebagai menteri yang mengurusi lingkungan hidup.

Lengkapnya, Prof. Dr. Emil Salim yang lahir di Lahat, Sumatera Selatan, 8 Juni 1930 merupakan salah seorang di antara sedikit tokoh Indonesia yang berperan didunia internasional. Beliau adalah putra dari Baay Salim dan Siti Syahzinan dari Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia merupakan keponakan dari seorang Pahlawan Nasional Indonesia, Haji Agus Salim.

Julius Tahija saat itu dengan tegas menyatakan tidak akan merusak danau tersebut dan hutan di sekelilingnya jika nantinya mengeksplorasi sumber minyak di bawah danau. Akhirnya, Julius Tahija menggunakan teknologi bor untuk membuat sumur minyak yang miring, tidak tegak lurus dengan permukaan tanah, sehingga tidak merusak danau diatasnya. Biayanya jutaan dollar AS, cukup tinggi pada masa itu.

Emil Salim mendukung gagasan Julius Tahija dan mengeluarkan
surat yang menjadi
dasar Surat Keputusan Gubernur Riau pada November 1979 yang telah menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan
lindung.

Seiring berjalannya waktu, pada 1980 kembali muncul Surat Keputusan Menteri Pertanian Perihal Penunjukan Kelompok Hutan Danau Pulau Besar
Pulau Bawah seluas 25.000 Ha sebagai Kawasan Hutan
dengan Fungsi sebagai Kawasan Hutan Suaka
Margasatwa (SM).

Hingga akhirnya, di tahun 2016 Surat Keputusan Menteri LHK menetapkan Perubahan fungsi Suaka margasatwa Danau Pulau Besar
Danau Bawah serta kawasan hutan produksi tetap Tasik
Besar Serkap menjadi Taman Nasional Zamrud di Kabupaten Siak
Provinsi Riau seluas 31.480 ha.

2. Kelebihan

Zamrud digadang-gadang memiliki banyak kelebihan dibandingkan Taman Nasional lainnya di Indonesia bahkan Dunia. Pasalnya, pada TNZ terdapat berbagai jenis pohon kayu langka seperti Meranti, Bengku, Durian Burung, Punak, Jangkang, Kolakok, Pisang-Pisang serta Ramin dan lainnya.

Bahkan, satwa seperti burung Camar, burung bangau, burung layang-layang, burung hantu, elang, enggang, rangkong gading, serindit hingga ikan tapah, monyet, kalong atau kelelawar, kucing hutan, trenggiling dan lainnya masih menempati lokasi Taman Nasional Zamrud.

Yang tidak kalah penting, dalam kawasan TNZ diduga masih terdapat beberapa ekor Harimau Sumatera yang berkeliaran mengitari habitatnya yang masih terjaga dengan baik itu.

Selain itu, aktivitas pencarian ikan oleh masyarakat setempat yang sudah dilakukan
secara turun temurun
bahkan terjadi
transaksi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan yang menangkap ikan atau
udang di dalam kawasan taman nasional.

Mereka membuat Pondok-pondok kecil di tepian danau untuk sekedar bermalam dan menyimpan hasil tangkapannya di dalam keramba.

Setiap
dua atau tiga hari sekali dalam seminggu, sebuah
mobil pick up akan datang untuk membeli hasil
tangkapan para nelayan. Selain membeli ikan mereka
juga membawa sembako, peralatan mandi, rokok
dan lain-lain yang merupakan titipan dari para nelayan.

Ketua Kelompok Tani Nelayan Hutan Danau Gambut, M Nur mengungkapkan jika saat ini hanya ada 2 kelompok nelayan (Pokyan) yang beroperasi di Danau Pulau Besar serta Danau Bawah. Selain mengawasi kelompok nelayan, dirinya juga bertugas mengawasi setiap orang yang datang memancing di TNZ. 

"Kalau ada pemancing yang datang selalu kita sampaikan pada mereka bahwa ada jenis-jenis ikan yang boleh ditangkap dan ada juga yang tidak boleh. Yang tidak dibolehkan seperti arwana dan belida, selebihnya seperti tapah, toman, baung dan lainnya boleh saja. Jika saat menangkap ikan ada nelayan atau pemancing yang mendapatkan dua jenis ikan tersebut, maka haruslah dilepas kembali,” cerita M Nur saat bersama wartawan di lokasi titik keramba. 

Sejak ditetapkan menjadi taman nasional, nelayan yang menangkap ikan memang mulai dibatasi. Mereka yang diperbolehkan hanya nelayan yang sudah lama dan terdaftar sebagai kelompok bahkan meski berdomisili di satu desa terdekat namun tidak terdaftar dalam kelompok tetap tidak diperbolehkan. 

Disampaikan M Nur, khusus nelayan yang beroperasi di Danau Bawah telah terdaftar sekitar 16 orang. Rata-rata mereka berasal dari Desa Rawa Mekar Jaya dan Sungai Apit sementara kelompok nelayan yang beroperasi di Danau Pulau Besar sekitar 20 orang yang rata-rata berasal dari Desa Dayun. 

"Ikan paling besar yang pernah ditangkap nelayan disini jenis tapah dengan berat 44 kg dan baung 16 kg. Selebihnya hanya ukuran biasa-biasa saja,” ucapnya.

3. Kekurangan

Taman Nasional Zamrud seperti terlihat sempurna dari berbagai sisi, namun hal tersebut tentu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terkait.

Misalnya saja dalam segi infrastruktur jalan yang ada saat ini. Dari titik lokasi saya mulai berangkat, yakni Asrama Haji Kota Siak, jalan yang harus ditempuh sekitar 40 Km dimana 10 Km jalan aspal sampai Kantor BOB dan sisanya 30 Km jalan tanah timbun yang bila hujan maka tidak semua kendaraan sanggup melewatinya.

Selain itu, perlu juga disiapkan kendaraan khusus jika memang nantinya akan dibuka sebagai kawasan wisata khusus. Bahkan pihak BBKSDA Riau harus kerja ekstra menjaga Taman Nasional Zamrud dari penjajahan Ilegal logging yang setiap saat selalu mengintai.

4. Prospek Kedepan dan Keberlangsungan

Pengelolaan Taman Nasional 
Zamrud tentu tidak terlepas dari peran serta antara pengelola, Pemerintah 
Daerah, Sektor Swasta, dan 
Masyarakat.

Hal itu karena didalamnya terdapat lapangan minyak Zamrud yang merupakan salah satu wilayah kerja pertambangan CPP Blok 
yang diserahkan oleh 
Pemerintah kepada BP MIGAS 
dan Konsorsium PT. Bumi Siak
Pusako-Pertamina Hulu untuk
dikelola.
Sebelumnya CPP Blok dikelola
oleh PT. Caltex Pacific Indonesia.

Di wilayah Zamrud, ada zona suaka margasatwa dan konservasi danau. Di zona ini, flora dan fauna asli harus terus dipertahankan. Hal ini menunjukkan komitmen BOB yang tinggi terhadap lingkungan hidup dalam operasinya, termasuk dalam penerapan teknologi yang ramah lingkungan.

"Pengelola utamanya adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Melalui BBKSDA Riau kita diberikan hak pengelolaan untuk dijadikan sentra wisata alam sekitar 900 hektare," ungkap Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Kabupaten Siak, Fauzi Asni kepada wartawan usai ekspedisi.

Menurutnya Pemkab Siak memimpikan akan ada restoran terapung, cottage terapung dan kolam renang terapung yang memang dibuat untuk wisata minat khusus di Danau Taman Nasional Zamrud.

"Pangsa pasarnya bisa dari luar negeri dan dalam negeri. DED nya sudah ada untuk membuat suatu wisata yang eksplorasinya tidak boleh didarat tapi mayoritas di air. Sebab statusnya sebagai taman nasional. Di darat paling-paling Joging track 1 meter X 1000 meter," tambah Fauzi Asni.

Dijelaskannya, Pemkab Siak telah membicarakan rencana tersebut dengan BOB dan BKSDA Riau sebab jika mengandalkan anggaran dari APBD Pemkab Siak tentu tidak akan terlaksana dengan maksimal.

"Kita wajib punya mimpi, punya rencana, kita targetkan itu bisa tercapai 5 tahun kedepan," pungkasnya.