Sidang Kasus Karlahut di Inhil, Saksi Ahli : Terdakwa Hanya Melakukan Kearifan Lokal
Saksi ahli
RIAU1.COM -Pengadilan Negeri Indragiri Hilir kembali menggelar sidang terkait dengan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Desa Belantaraya Kecamatan Gaung, Selasa 31 Agustus 2021 kemarin.
Sidang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Indragiri Hilir Hera Polosia Destiny, SH.MH selaku Hakim Ketua dengan didampingi dua hakim anggota lainnya.
Pada sidang tersebut diagendakan untuk mendengarkan keterangan saksi ahli lingkungan dari pihak terdakwa berinisial M (69) yaitu Dr. Elviriadi S.Pi M.Si yang merupakan Dosen di UIN Suska Riau.
Selaku ahli di bidang lingkungan hidup, Dr Elviriadi diminta untuk memberikan keterangan selaku saksi ahli dalam pembelaan untuk masyarakat yang terkena proses hukum Karhutla terutama untuk kasus ini.
"Ini sekaligus edukasi dan pencerahan hukum karena aspek Gambut dan ekologi ini belum begitu berkembang wawasannya. Apalagi ada ketentuan Mahkamah Agung yang mewajibkan Hakim untuk bersertifikasi lingkungan supaya bisa menilai keterangan ahli terkait lingkungan," ungkap Dr Elviriadi saat diwawancarai awak media.
Menurutnya, dalam kasus Karhutla yang menimpa terdakwa kakek M ini, dirinya menilai jika terdakwa hanya melakukan kearifan lokal dengan membuka lahan perkebunan milik sendiri, meskipun membakar lahan namun ada upaya memadamkan api dengan cara menumpuk, menyiram bahkan memijak-mijak agar api tidak meluas ke lahan milik orang lain.
"Itu namanya kearifan lokal, masyarakat sejak dulu sudah punya cara-cara arif dalam melestarikan ekosistem seperti ini. Saya melihat, kasus ini dikaitkan dengan peristiwa Karhutla di TKP karena adanya kekurangkajian dan kurangnya pengamatan serta tidak ada upaya yang teliti dari proses hukumnya," kata Dr Elviriadi yang merupakan kader HMI serta tokoh masyarakat Riau tersebut.
Dirinya juga menyebut jika dalam proses penyidikan seperti ada kronologis yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, seperti halnya terdakwa membakar lahannya hari ini namun api kembali muncul pada 3 pekan kemudian sehingga hal itu sulit terjadi apalagi jika sudah terjadi hujan.
"Jadi disini harus ada kepastian hukum, tidak bisa dikaitkan begitu saja karena sifatnya ilmiah. Penyidik juga harus menjelaskan apa yang sudah dirugikan, misalnya kualitas mutu lingkungan, seperti kualitas air disekitar lokasi, kerusakan pada aspek tanah dan hidrologis," sebutnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan jika hal tersebut haruslah ada ditulis dalam penyidikan dan yang mengeluarkan tulisan adalah orang ahli dari dunia akademik sehingga bukan dari unsur penegak hukum.
"Penegak hukum harus meminta ahli untuk menyatakan jika ada terjadi kerusakan lingkungan itu," lanjutnya.
Lebih jauh, Dr Elviriadi menyatakan jika selama ini penyebab Karhutla di Riau adalah dari alih fungsi lahan Gambut secara besar-besaran oleh kegiatan industri.
"Dimana hutan gambut dibuka sehingga melepas karbon dan fungsi ekosistem gambutnya dalam menjaga iklim," pungkasnya.
Sementara itu, sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu 8 September 2021 dengan agenda Tuntutan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir.
Diketahui sebelumnya, Polres Indragiri Hilir (Inhil) telah mengamankan 1 orang tersangka Pembakar Hutan dan Lahan (Karhutla) yang membuka lahan untuk menanam jagung dan pisang.
Kakek berinisial M (69) jadi tersangka Karhutla di Desa Belantaraya, Kecamatan Gaung Kabupaten Inhil dengan lahan yang terbakar sekitar seluas 6 hektare.
Kapolres Inhil AKBP Dian Setyawan melalui Kassubag Humas AKP Warno pada Senin 8 Maret 2021 lalu mengungkapkan jika pelaku diamankan beserta barang bukti antara lain, 1 bilah parang dengan panjang kurang lebih 80 centimeter dan 1 potong kayu bekas terbakar.
“Setelah dilakukan gelar perkara, lahan yang terbakar seluas 6 hektare. M (69) ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana di bidang lingkungan hidup yaitu membuka lahan dengan cara membakar,” terang AKP Warno kala itu.