KPK Dinilai Cari Popularitas di Kasus PLTU Riau-1, Sofyan Basir Minta Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi

KPK Dinilai Cari Popularitas di Kasus PLTU Riau-1, Sofyan Basir Minta Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi

21 Oktober 2019
Terdakwa Sofyan Basir. Foto: Kumparan.com.

Terdakwa Sofyan Basir. Foto: Kumparan.com.

RIAU1.COM -Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, mengatakan status tersangka korupsi yang tersematkan padanya telah membuat harkat dan martabatnya turun di hadapan masyarakat. Hal itu tidak terlepas dari pernyataan KPK yang berlebihan terhadap kasus yang menimpanya tersebut.

"Kami benar-benar menjadi bulan-bulanan pemberitaan sepihak yang diekspos oleh Humas KPK, baik melalui media cetak atau elektronik. Kami benar-benar telah disudutkan, dianiaya, direndahkan harkat martabatnya," kata Sofyan saat membacakan nota pembelaannya (pledoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta sebagaimana dikutip dari Kumparan.com, Senin (21/10/2019).

Ekspos KPK yang berlebihan tidak dilakukan terhadap tersangka pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited, Johannes Kotjo, dan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR F-Golkar Eni Maulani Saragih.

Sofyan menuding KPK telah mencari popularitas dengan menggunakan namanya. Selain itu, Sofyan menduga penetapan tersangka kepadanya bukan murni karena kasus PLTU Riau-1. Melainkan, karena ada oknum yang tidak menginginkannya bekerja di PLN.

"KPK benar-benar mencari popularitas di mata masyarakat dengan 'nama besar' dari pada kasus besar. Hal ini tidak dilakukan kepada Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo karena mereka tidak mempunyai nilai news. Semoga Allah memaafkan perbuatan 'oknum' tersebut," ucapnya.

Sofyan membantah telah terlibat kasus suap proyek tersebut. Ia pun tidak terima dengan tuntutan jaksa KPK.

Sofyan dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Terkait hal itu, Sofyan minta dibebaskan karena tuntutan jaksa tidak seusai dengan fakta persidangan.

Dalam kasus ini, Sofyan dinilai telah membantu mantan Eni Maulani Saragih dan bekas Sekjen Golkar, Idrus Marham, menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Diduga suap itu agar Kotjo mendapatkan proyek tersebut.

Jaksa menilai Sofyan telah terbukti memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN. Pertemuan itu membahas proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1.

Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan BNR dan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang dibawa Johannes Kotjo.

Padahal, kata jaksa, Sofyan mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan fee dari Kotjo sebagai imbalan telah membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau 1 tersebut.

Menurut jaksa, Eni bersama-sama dengan Idrus menerima uang dari Kotjo secara bertahap sebesar Rp 4,75 miliar. Uang tersebut merupakan fee dari Kotjo.

Perbuatan Sofyan dianggap telah memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.