Bantah Tudingan Manipulasi Data DPT, KPU Sebut IT BPN Prabowo-Sandi Terlalu Canggih

Bantah Tudingan Manipulasi Data DPT, KPU Sebut IT BPN Prabowo-Sandi Terlalu Canggih

15 Juni 2019
Ketua KPU RI, Arif Budiman saat mengikuti sidang perdana sengketa PHPU PIlpres 2019 di MK

Ketua KPU RI, Arif Budiman saat mengikuti sidang perdana sengketa PHPU PIlpres 2019 di MK

RIAU1.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah tudingan Ketua Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto terkait adanya manipulasi data Daftar Pemilih Tetap (DPT) melalui sistem IT.

Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid mengaku baru mendengar kalau metode yang dituduhkan itu bisa dilakukan. "Saya baru ngerti ada satu metode bisa memanipulasi DPT melalui IT, saya baru ngerti tuh. canggih sekali itu. Ya iya itu canggih sekali, KPU aja enggak bisa," kata Pramono, dilansir Tempo.co, Sabtu 15 Juni 2019.

Bahkan, Pramono menyindir ahli IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi memiliki kemampuan yang lebih, dibanding tim IT yang dimiliki oleh KPU RI.

"Ya itu mungkin ahlinya terlalu canggih, terlalu pintar itu. Kami malah nggak tahu caranya, jadi mungkin mereka yang lebih tahu caranya," ujarnya.

Pramono menjelaskan, secara teknis jeda waktu 15 menit dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) merupakan periode yang diberikan kepada verifikator untuk memeriksa hasil scan form C1 yang ter-upload. "Kalau dibilang memberi waktu, untuk melakukan manipulasi, pikirannya terlalu canggih," jelasnya.

Ia menilai, tuduhan hasil Situng KPU RI menyesuaikan hasil rekapitulasi manual tidak beralasan. Sebab, dari hasil Situng yang mencapai 97 persen, perolehan suara pasangan petahana lebih rendah dari rekapitulasi manual.

"Situng kan 55,30 sekian persen, yang di manual 54,50 persen. Gimana bisa disebut menyesuaikan? kalo menyesuaikan kan harusnya situngnya juga 54 persen," tukasnya.

Seperti yang diketahui, pada sidang perdana sengketa PHPU Pilpres 2019, Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mempersoalkan kesalahan input data pada situng KPU RI.

Tim paslon Capres-cawapres nomor urut 02 itu menilai, banyak data yang bermasalah dalam Situng sehingga menimbulkan kekacauan. Mereka mengklaim, jumlah perolehan suara Prabowo-Sandi seharusnya lebih besar, tetapi ditekan berdasarkan sumber data C1 (formulir penghitungan suara) yang bermasalah dalam kalkulasi pengisian angka situng KPU.