Ilustrasi OJK.
RIAU1.COM - Mengingat maraknya masalah Asuransi dan Perbankan, Komisi XI DPR RI mengusulkan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dikembalikan ke Bank Indonesia (BI), termasuk Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Secara tidak langsung, DPR mengusulkan OJK dibubarkan.
Seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu, 22 Januari 2020, Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga menyatakan peluang ini terbuka melihat masalah di industri keuangan yang mencuat beberapa waktu terakhir.
Persoalan itu menyangkut sektor asuransi dan perbankan, misalnya Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga PT Bank Muamalat Tbk.
"Terbuka kemungkinan (dikembalikan fungsi pengawasan lembaga keuangan ke BI dan Kementerian Keuangan). Apa memungkinkan dikembalikan ke BI? Bisa saja. Di Inggris dan di beberapa negara sudah seperti itu," ungkap Eriko di DPR Selasa (21/1).
Hal ini, lanjut dia, akan dievaluasi oleh DPR melalui panitia kerja (panja) yang akan dibentuk oleh Komisi XI DPR mengenai kinerja industri jasa keuangan.
"Teman-teman internal bicara pemisahan dilakukan untuk pengawasan yang lebih baik. Nah, ternyata hasilnya tidak maksimal. Tapi kan kami tidak bisa menyalahkan begitu saja," terang Eriko.
Selain itu, DPR juga sedang menyusun program legislasi nasional (prolegnas) saat ini.
Ia bilang pihaknya akan memasukkan revisi Undang-Undang (UU) tentang BI dan UU tentang OJK.
"Nanti kami akan mulai masuk ke perubahan UU BI dan UU OJK," jelasnya.
Diketahui, Jiwasraya sedang menjadi perhatian publik. Perusahaan menunggak pembayaran klaim jatuh tempo sebesar Rp802 miliar untuk produk saving plan per Oktober 2018.
Hal ini dikarenakan perusahaan mengalami masalah likuiditas.
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus dugaan korupsi di Jiwasraya.
Lembaga itu juga sudah menangkap lima tersangka yang tersangkut kasus dugaan korupsi di Jiwasraya.
Persoalan keuangan juga melanda AJB Bumiputera. Hal itu awalnya terkuak pada 2010 lalu, di mana kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang jangka panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen.
Ini artinya, AJB Bumiputera tidak bisa mematuhi amanat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 504 Tahun 2004 tentang solvabilitas perusahaan asuransi yang mencapai 100 persen.
Pada 2012 lalu, jumlah aset yang dimiliki hanya Rp12,1 triliun, tapi kewajiban perusahaan tembus Rp22,77 triliun.
Kemudian, Muamalat kini sedang mencari investor baru untuk menambah permodalan perusahaan. kinerja keuangan Bank Muamalat semakin merosot pada semester I 2019.
Laba bersih perusahaan anjlok hingga 95,09 persen menjadi Rp5,08 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp103,73 miliar.
Penurunan laba bersih sejalan dengan merosotnya pendapatan setelah distribusi bagi hasil perusahaan sebesar 68,1 persen.
Alhasil, Bank Muamalat hanya membukukan pendapatan setelah distribusi bagi hasil sebesar Rp203,34 miliar pada semester I 2019 dari sebelumnya Rp637,54 miliar.
Sementara, rasio kecukupan modal atau kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) Bank Mumalat juga turun dari 15,92 persen pada semester I 2018 menjadi 12,01 persen pada semester I 2019.
R1 Hee.