Ini Cerita Para Pemburu Harta Karun Peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Bekas Karhutla

Ini Cerita Para Pemburu Harta Karun Peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Bekas Karhutla

10 Oktober 2019
Ratusan Pemburu harta karun logam mulia peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, Rabu.

Ratusan Pemburu harta karun logam mulia peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, Rabu.

RIAU1.COM - Lokasi ini semakin ramai oleh pemburu harta karun logam mulia. 

Warga Kecamatan Cengal dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan (Sumsel) sejatinya punya dua profesi: nelayan dan pemburu harta karun. Dua profesi itu bergantung musim. Saat musim hujan, sauh mereka lempar. Jika kemarau, maka mereka berburu harta.

Namun belakangan profesi kedua mereka mendadak jadi sorotan. Menyusul kabar penemuan harta karun oleh Badan Arkeologi Sumatra Selatan di lahan gambut yang terbakar di Desa Pelimbangan. Warga yang mendadak jadi pemburu harta karun pun bertambah.

Melimbang atau mengayak emas di Pelimbangan sebenarnya sudah dilakukan warga sejak bertahun-tahun lalu. Tidak ada yang bisa mengingat secara pasti sejak kapan nama Pelimbangan muncul.

Mereka cuma tahu melimbang sudah menjadi bagian dari budaya, sejak puluhan tahun lalu.


Sejak penemuan emas oleh Badan Arkeologi itu, Warga ramai-ramai ke lokasi. Bermodal baskom, mereka meniti gambut hingga berendam di sungai. Pantauan CNNIndonesia.com, Rabu (9/10), ratusan pemburu berjejal di sungai, mengeruk tanah di dasar kanal, mengayak hingga harta karun tersebut bermunculan dari balik lumpur.

Reti (52), warga Muara Sungai Kelese, Desa Simpang Tiga Induk, Kecamatan Tulung Selapan, OKI mengaku sudah 5 tahun melimbang.

Dia bersama anak perempuannya Ica (14), setiap hari pukul 07.00, berkumpul bersama warga, kemudian berombongan pergi ke lokasi perburuan menggunakan perahu bermotor ketek.

Setengah jam melalui jalur perairan, mereka tiba di lokasi yang diincar. Tahun ini, Desa Pelimbangan merupakan lokasi perburuan harta karun yang ketiga. Sebelumnya, perburuan terpusat di Dusun Serdang, Desa Sungai Jeruju, dan Desa Ulakedondong.

"Sudah mulai nyari dari Agustus. Lumayan banyak dapat. Ada gerigi emas, serbuk emas, manik-manik yang banyaknya," kata Reti, Rabu,  (9/10).

Sesampainya di lokasi perburuan, Reti dan anaknya berbagi tugas. Peralatan perburuan mulai diturunkan dari perahu.

Sekop dipanggul tangan kanan, baskom bulat disampirkan di pinggang kiri. Reti segera menceburkan diri di dalam kanal dengan air sedalam satu meter, sementara Ica menunggu di pinggir kanal untuk memilah barang yang ditemukan.

Sejak lulus SD 2 tahun lalu, Ica mengaku berhenti sekolah untuk menemani ibunya melimbang harta karun. Dirinya pun membantu ibunya saat menjual barang-barang temuan karena ibunya tersebut tidak mengerti perhitungan.

Hari itu, kebanyakan mereka menemukan manik-manik. Berwarna biru, jingga, dan hitam. Incaran mereka adalah manik-manik berwarna putih dengan mata hitam. Lazim disebut mata setan oleh sesama pemburu.

"Yang mata setan itu bisa dijual paling mahal Rp5 juta per manik, tergantung beratnya. Pernah dapat itu waktu di Serdang yang paling besar. Kalau terakhir kemarin di sini dapat agak kecil, dijual dapet Rp500 ribu. Rata-rata jual manik-manik ini Rp400-500 ribu per ons," imbuh Ica.

Reti mengaku, dirinya mengumpulkan terus barang temuan tersebut hingga satu pekan. Pada akhir pekan, mereka mendatangi para pengepul yang kebanyakan merupakan pedagang emas di Pasar Kalangan Tulung Selapan. Pendapatan mereka rata-rata di kisaran Rp1-2 juta per minggu dari hasil menjual barang temuan tersebut.

Senada Reti, Kandi (35), warga yang sama mengaku sudah 6 tahun melakukan perburuan harta karun tersebut.

Berburu harta karun menjadi mata pencahariannya pada musim kemarau, sedangkan di musim hujan dirinya mencari ikan dengan menjadi nelayan.

"Kami ini berombongan, nyari sama-sama dengan warga lain. Memang sudah lama nyari-nyari kaya gini," ujar Kandi.

Loading...

Sebelum ke Desa Pelimbangan, Kandi mengaku berburu di Desa Serdang. Namun karena merasa sudah tidak tersisa lagi, dirinya dan rombongan berpindah lokasi ke lokasi tersebut sejak 3 hari yang lalu.

"Enggak tentu dapatnya. Kadang dapat banyak, ada juga sehari enggak dapat apa-apa. Tapi manik-manik ukuran kecil biasanya selalu dapat," kata dia.

Hari itu Kandi lebih beruntung dari hari biasanya. Dirinya menemukan serpihan perhiasan emas berukuran seujung buku jari. Dirinya pun memiliki manik-manik yang sudah diuntai menjadi kalung untuk dijual pada akhir pekan di pasar. Dirinya berharap bisa mendapat Rp10 juta dari hasil menjual manik-manik dan emas tersebut.

Kandi mengatakan, emas dijual berdasarkan kadar dan berat dengan kisaran Rp500-900 ribu per gram. Kadar emas yang lebih tinggi menentukan barang temuan tersebut lebih mahal dijual.

"Kemarin ada yang nemu konde emas, beratnya 3 ons dijual per gramnya Rp700 ribu dapet Rp21 juta. Itu sekali nemu. Saya rata-rata bisa lah dapat Rp2 juta seminggu kalau lagi sepi," ujar dia.


Pendapatan mencari harta karun tersebut tidak bisa dibandingkan dengan mencari ikan. Apabila dirinya tengah melaut untuk mencari ikan, dirinya mengaku hanya mendapatkan Rp50 ribu per hari. Kandi mengaku lebih senang mencari harta karun karena penghasilannya lebih tinggi dibandingkan mencari ikan.

"Tapi di sini kalau lagi hujan terendam, bisa 3 meter airnya enggak bisa lagi melimbang. Makanya kalau hujan terpaksa nyari ikan saja," ujar dia.

Lain halnya dengan Juarsah (47) mantan buruh tani karet yang sekarang beralih profesi menjadi pemburu harta karun.

Dirinya dan beberapa teman sesama profesi, lebih memilih banting setir menjadi pemburu harta karun karena penghasilan yang didapat jauh lebih besar.

Semasa menjadi buruh tani karet, Juarsah hanya mendapat upah menyadap kisaran Rp2.500-3.000 per kilogramnya karena harga karet yang turun. Makanya sejak 2016 lalu dirinya memutuskan untuk fokus mencari harta karun.

Juarsah mengaku mencari harta karun di Tulung Selapan, Air Sugihan, Cengal, bahkan hingga ke Pulau Bangka. Bahkan temannya ada yang merakit metal detector buatan sendiri untuk mencari logam.

"Saya setiap hari nyari. Kalau hujan, cari lokasi yang enggak terendam. Dapat banyak bisa sebulan itu Rp11 juta," kata dia.

Dirinya berujar, sungai kuno yang tersebar banyak di kawasan Cengal menjadi incaran utama para pemburu harta karun. Apabila ada ekskavator sedang mengeruk tanah untuk membuat kanal, para pemburu sudah mengincar lokasi tersebut untuk mencari harta.

"Biasanya tanda-tandanya itu ada keramik atau guci tua yang terkubur enggak terlalu dalam atau ada juga yang menyembul dari tanah. Itu enggak kami ambil, apalagi kalau rusak. Tapi kalau ada keramik atau guci itu, pasti di deket-deket situ ada emas dan manik-manik. Saya enggak tahu ini Sriwijaya atau bukan, tapi yang pasti dari nenek moyang kami," ujar dia. 

R1 Hee.