Terapkan Ekonomi Ramah Lingkungan, Kemenperin RI Ajak Industri Otomotif Lakukan Daur Ulang

11 Februari 2019
Menperin RI, Airlangga Hartarto

Menperin RI, Airlangga Hartarto

RIAU1.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI membuat wacana agar para pelaku industri otomotif tanah air melakukan daur ulang (recycle) terhadap sampah dan limbah-limbah dari sektor otomotif.

Konsep tersebut dapat berkontribusi dalam menerapkan sistem ekonomi ramah lingkungan atau circular economy yang menjadi bagian dari industri 4.0, juga sudah banyak diterapkan di negara lain, terutama Eropa.

"Sekarang 73 persen ekspor ditopang dari industri manufaktur dan sektor otomotif menjadi salah satu andalan,” ucap Menperin RI, Airlangga Hartarto saat Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya manusia Industri Manufaktur Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Cikarang, Jawa Barat baru-baru ini.

Menurut data Kemenperin RI, ekspor dari sektor otomotif angkanya dinilai akan terus meningkat, seiring rencana diterapkannya kebijakan fiskal, seperti harmonisasi tarif dan revisi besaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Airlangga memaparkan, untuk Januari-September 2018, jumlah ekspor mobil utuh (completely built up/CBU) mencapai 187.752 unit. Angkanya naik 10,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, ekspor sepeda motor dari Indonesia, pada 2018 naik melejit 46,3 persen menjadi 575.000 unit. 

Ia pun mengajak para pelaku industri otomotif Indonesia meningkatkan daya saingnya, dengan bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan melalui daur ulang, salah satunya plastic recycle. Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti, bumper, fender, dan dashboardpada mobil tidak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastik.

"Plastik itu bukan sampah, dari segi cost plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain, dan menyerap emisi lebih rendah," sebut Airlangga dilansir Tempo.co, Senin 11 Februari 2019.

Airlangga menambahkan, jika  industri otomotif menggunakan virgin plastic, maka biayaproduksi akan lebih mahal. Terlebih apabila dengan impor virgin plastic, kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi.

"Karena saat ini Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic, padahal kebutuhannya mencapai lima juta ton. Untuk itu pemerintah mendorong yang namanya circular economy, yang bagian juga dari industri 4.0," tukasnya.