Perbedaan Mencolok Dokter Masa Kini Vs Era Penjajahan Kolonial Belanda

Perbedaan Mencolok Dokter Masa Kini Vs Era Penjajahan Kolonial Belanda

14 November 2019
Ilustrasi dokter jawa (Foto: Istimewa/internet)

Ilustrasi dokter jawa (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Cukup mencengangkan saat profesi dokter berkembang di era Kolonial Belanda. Zaman itu tak ada dokter yang memanfaatkan profesinya sebagai ladang harta, memiliki banyak rumah, sedan mewah apa lagi harta melimpah.


Yang ada para ahli medis pribumi mengalami beragam perlakukan tak adil. Terutama dari dokter Eropa dikutip dari WK Tehupeiory, seperti dicatat Hans Pols dalam Nurturing Indonesia dan historia.id, Kamis, 14 November 2019.

Selain mendapat diskriminasi, para dokter Jawa juga tidak menerima upah layak. Setelah lulus, dokter diwajibkan bekerja pada layanan medis kolonial selama 10 tahun.

Masa kerja wajib yang lama ini tidak diikuti dengan gaji yang mencukupi. Pendapatan para dokter Jawa bahkan lebih rendah dari pegawai tak berpendidikan.

Memasuki tahun 1904 seorang residen melaporkan bahwa di wilayahnya, dokter Jawa hampir tak pernah menerima bayaran atas jasa yang mereka berikan pada pegawai pribumi.

Loading...

Sementara pasien Eropa jarang sekali menggunakan jasanya karena lebih memilih berobat ke dokter Eropa. Dokter Jawa akhirnya sering tak menarik biaya atas jasanya. Mereka khawatir niatnya disalahpahami.

Berbeda jika dibandingkan dengan dukun yang dipakai oleh masyarakat pribumi untuk berobat. Menurut Liesbeth Heeselink dalam Healers on the Colonial Market, dukun punya bayaran yang cukup baik saat itu. Mereka dibayar dalam bentuk uang, barang, atau jasa.

Dalam catatan pegawai sipil pemerintah kolonial E. Francis, di Lampung seorang dukun pria menerima 6-12 oewang (koin sepuluh sen) dari menyunat seorang anak laki-laki. Sementara untuk pasien anak perempuan, dukun perempuan menerima 3 oewang atau seikat benang bernilai sama.