Masyarakat Diminta Proaktif Rekam KTP-el Agar Punya Hak Pilih di Pemilu 2019

Masyarakat Diminta Proaktif Rekam KTP-el Agar Punya Hak Pilih di Pemilu 2019

23 Maret 2019
Mendagri Tjahjo Kumolo. Foto: Istimewa.

Mendagri Tjahjo Kumolo. Foto: Istimewa.

RIAU1.COM -Masyarakat diminta proaktif mendaftarkan perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el). Agar, masyarakat memiliki hak untuk ikut memilih dalam Pemilu 2019 pada 17 April nanti.

"Sudah 98 persen masyarakat terekam memiliki KTP-el. Sisa dua persen ini terus kami imbau untuk proaktif mendaftarkan perekaman KTP-el," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dikutip dari Antara, Sabtu (23/3/2019).

Kemendagri sudah menyediakan fasilitas bagi warga yang belum mendaftarkan diri untuk perekaman KTP-el.

"Kami sudah jemput bola, tetapi untuk sejumlah daerah seperti di Papua yang terkendala kondisi geografis dan kondisi masyarakat yang sulit, kami pahami," ujar Tjahjo.

Lebih lanjut Tjahjo menegaskan bahwa kepemilikan KTP-el merupakan syarat utama bagi warga negara Indonesia supaya memiliki hak pilih pada pemilu 2019, dan hal tersebut sudah disepakati oleh DPR, Pemerintah, KPU, dan Bawaslu.

Aturan kepemilikan KTP-el sebagai syarat utama untuk memiliki hak pilih ini dinilai aktivis dan pegiat Pemilu justru menghambat hak warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya yang dijamin oleh konstitusi.

Aturan yang termuat dalam Pasal 210 ayat (1), Pasal 348 ayat (4), ayat (9), Pasal 350ayat (2), Pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 ini kemudian dimohonkan pengujiannya oleh sejumlah pegiat Pemilu di Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 20/PUU-XVII/2019.

Para pegiat pemilu tersebut adalah; Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Aggraini, mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, pengamat hukum tata negara dan politik dari Universitas Andalas Feri Amsari. Selain itu terdapat empat perseorangan warga negara yang turut menjadi pemohon dalam perkara ini, yaitu; Augus Hendy, A. Murogi bin Sabar, Muhamad Nurul Huda, dan Sutrisno.

Pemohon meminta perkara ini untuk segera diputuskan, sehingga hasil putusan apabila dikabulkan dapat dilaksanakan dengan baik oleh penyelenggara pemilu dan masyarakat yang memiliki hak pilih dapat merasakan dampak baik dari putusan ini.

Dalam dalilnya para pemohon menyebutkan masih banyak penduduk dengan hak pilih yang belum memiliki KTP elektronik, serta pemilih yang baru akan 17 tahun pada saat hari H pemungutan suara, tetapi tidak dapat memilih karena tidak memiliki KTP elektronik.

Syarat KTP elektronik juga dinilai para pemohon berpotensi menghilangkan, menghalangi atau mempersulit hak memilih bagi kelompok rentan seperti masyarakat adat, kaum miskin kota, penyandang disabilitas, panti sosial, warga binaan di lapas dan rutan, serta beberapa pemilih lain yang tidak mempunyai akses cukup untuk memenuhi syarat pembuatan KTP elektronik.