UU Hasil Revisi Sudah Dicatat di Lembaran Negara, KPK Akui Belum Terima Salinan Resmi

UU Hasil Revisi Sudah Dicatat di Lembaran Negara, KPK Akui Belum Terima Salinan Resmi

18 Oktober 2019
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: Kumparan.com.

Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: Kumparan.com.

RIAU1.COM -UU KPK hasil revisi yang resmi berlaku pada Kamis (17/10/2019) sudah dibubuhi nomor dan dicatat di lembaran negara. Namun, hingga saat ini, KPK belum menerima salinan resmi UU tersebut.

"Yang jadi persoalan adalah sampai dengan hari ini kami belum mendapatkan dokumen UU secara resmi. Jadi KPK tidak pernah ketahui secara persis bagaimana sebenarnya isi detail UU secara resmi yang sudah diundangkan tersebut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah dikutip dari Kumparan.com, Jumat (18/10/2019).

UU KPK yang awalnya tercatat sebagai UU Nomor 30 Tahun 2002, berubah menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU tersebut mulai efektif berlaku sejak Kamis.

Saat ini beredar berkas salinan UU yang disidangkan di paripurna. Namun, sebagai penegak hukum, setiap tindakan harus berlandaskan dengan hal yang jelas.

Terkait UU pun demikian. Harus menggunakan salinan resmi yang disampaikan kepada KPK.

"Jadi KPK berharap UU yang resmi segera dipublikasikan sehingga bisa jadi pedoman semua pihak khususnya KPK dalam pelaksanaan tugas. Jangan sampai ada kondisi ketidakpastian hukum karena UU tersebut belum dipublikasikan apalagi ada kondisi kekosongan hukum dan itu sangat berisiko bagi upaya pemberantasan korupsi," jelas Febri.

UU KPK hasil revisi berlaku otomatis 30 hari sejak disahkan DPR pada 17 September, meski Presiden Jokowi tidak menandatanganinya. Hal itu sesuai aturan di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berlakunya UU yang baru itu menimbulkan kekhawatiran dari sejumlah pegiat antikorupsi. Sebab, hasil revisi UU dinilai membuat KPK dilemahkan.

Hal serupa juga dinyatakan KPK. Setidaknya ada 26 poin dalam UU KPK versi revisi yang berpotensi melemahkan kinerja pemberantasan korupsi.