Baru 22 Orang Mendaftar Calon Pimpinan KPK, Satu Orang dari Polisi

22 Juni 2019
Inilah wajah wajah Pansel Calon Pimpinan KPK yang dipimpin Yenti Garnasih di Istana beberapa hari lalu.

Inilah wajah wajah Pansel Calon Pimpinan KPK yang dipimpin Yenti Garnasih di Istana beberapa hari lalu.

RIAU1.COM - Hingga Jumat malam, baru 22 orang yang mendaftar sebagai Calon Pimpinan KPK, satu orang dari Kepolisian. 

Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 22 orang yang mendaftar sebagai calon pimpinan KPK dari Senin (17/6/2019) hingga Jumat (21/6/2019) malam.

Seperti dilansir bisnis.com, Sabtu, 22 Juni 2019, Ketua tim Pansel Capim KPK Yenti Garnasih mengatakan ke-22 pendaftar tersebut berasal dari pelbagai unsur. Hanya saja, dia tak menjelaskan seucara rinci.

Menurutnya, nama-nama pendaftar dapat dilihat di Kantor Sekretariat Pansel Capim KPK Jilid V yang berada di Gedung 1 Lantai 2 Kantor Sekretariat Negara (Setneg). 

 

"Berbagai unsur yang mendaftar, polisi sepertinya baru satu," kata Yenti, Jumat (21/6/2019) malam.

Yenti mengatakan masih ada waktu hingga 4 Juli mendatang bagi yang ingin mendaftar jadi calon pimpinan KPK periode 2019-2023. 

Dia mengaku dalam pencarian calon pimpinan ke depan ingin fokus pada calon yang betul-betul paham terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), mengingat hal tersebut masih menjadi kekurangan pada periode pimpinan saat ini. 

Menurut penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), lanjut dia, hanya 15 kasus yang dikenakan pasal TPPU dari 300 kasus yang sebetulnya bisa dikenakan TPPU. 

Dia mencontohkan kasus KTP elektronik yang juga harus dikenakan pasal TPPU lantaran dugaan korupsi dilakukan pada 2009.

"Itu kan berarti uang hasil korupsi sudah ke mana-mana, bahkan dalam dakwaan dua orang yang pertama ada loh daftar penerimanya. Itu harusnya kena TPPU dan KPK sejak awal seharusnya memang sudah menerapkan pasal TPPU," ujarnya.

 

Yenti mengatakan penerapan pasal TPPU di kasus tersebut untuk kepentingan pengembalian kerugian keuangan negara lantaran hukum pidana berupa kurungan penjara dan uang pengganti yang selama ini diterapkan KPK masih belum bisa membantu mengembalikan kerugian negara.

R1/Hee