Ini Alasan Pemerintah Ubah Batas Harga Pungutan Ekspor Sawit

Ini Alasan Pemerintah Ubah Batas Harga Pungutan Ekspor Sawit

5 Desember 2018
Ilustrasi

Ilustrasi

RIAU1.COM - Pemerintah telah menerbitkan aturan baru tentang pungutan ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.05/2018 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 81/PMK.05/2018.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan perubahan tersebut lantaran adanya perbedaan harga acuan CPO yang digunakan saat rapat penentuan perubahan tarif pungutan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan harga acuan CPO yang digunakan Kementerian Keuangan dalam menyusun regulasi.



Dalam aturan terbaru, ketika harga CPO dan produk turunannya berada di rentang 570-619 Dollar AS per ton, maka akan dikenai pungutan bervariasi sebesar 5 Dollar AS,10 Dollar AS, 15 Dollar AS, dan 25 Dollar AS.

Lalu, jika harga CPO dan turunannya kembali melejit hingga di atas 619 Dollar AS per ton, maka akan dibebankan pungutan bervariasi di rentang 10 Dollar AS, 20 Dollar AS, 30 Dollar AS, 40 Dollar AS, dan 50 Dollar AS.

Dengan penerbitan PMK tersebut, Darmin mengatakan, maka BPDP tidak mengenakan pungutan kepada eksportir CPO dan turunannya saat ini. Pasalnya, harga sawit anjlok cukup dalam di bawah batas harga yang dikenai pungutan dalam PMK baru.



"Jadi sudah berlaku karena tidak boleh terlalu lama itu keluar PMK-nya, karena eksportir sudah menunggu beberapa hari ini (aturan) keluar dulu baru ekspor," ujarnya.

Sebelumnya, pungutan sawit oleh BPDP-KS dilakukan pemerintah untuk mendorong hilirisasi produk sawit. Dana pungutan selama ini digunakan untuk mensubsidi selisih harga biodiesel dan program peremajaan (replanting) kelapa sawit.

Sumber: CNNIndonesia.com

Loading...