Duduki Posisi Rp14.665 Per Dollar AS, Rupiah Memimpin Penguatan Mata Uang Asia

Duduki Posisi Rp14.665 Per Dollar AS, Rupiah Memimpin Penguatan Mata Uang Asia

15 November 2018
Ilustrasi

Ilustrasi

RIAU1.COM - Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan pasar spot sore ini Kamis (15/11/2018) berada di posisi Rp14.665, menguat 122 poin atau 0,82 persen dari Rabu (14/11/2018).

Di kutip dari cnnindonesia.com Kamis (15/11/2018) Rupiah memimpin penguatan mata uang dari Dollar AS di kawasan Asia. Setelah Rupiah, Peso Filipina menguat 0,75 persen, Rupee India 0,46 persen, Won Korea Selatan 0,45 persen, dan Renminbi China 0,21 persen.



Selanjutnya Dollar Singapura 0,21 persen, Yen Jepang 0,19 persen, Ringgit Malaysia 0,17 persen, dan Baht Thailand 0,06 persen. Namun, Dollar Hong Kong stagnan.

Begitu pula dengan mata uang utama negara maju. Rubel Rusia menguat 0,68 persen, dolar Australia 0,59 persen, franc Swiss 0,2 persen, dolar Kanada 0,15 persen, euro Eropa 0,06 persen. Hanya poundsterling Inggris yang melemah 0,97 persen dari dolar AS.

Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan penguatan Rupiah pada hari ini didorong oleh sentimen luar dan dalam negeri. Dari luar negeri, pergerakan indeks Dollar AS sejatinya sedang melemah karena minim sentimen positif.


"Politik anggaran Italia yang kemarin sempat membuat euro Eropa melemah dan Dollar AS menguat, tidak lagi berdampak signifikan ke dolar AS. Begitu pula dengan sentimen dari rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa," ujarnya, Kamis (15/11/2018).

Sedangkan dari dalam negeri, sentimen penguatan Rupiah disebutnya datang dari rilis data neraca perdagangan. Menurutnya, meski neraca dagang kembali defisit sebesar 1,82 miliar Dollar AS pada Oktober 2018, namun, nominal defisit tak sedalam kekhawatiran pasar.



"Tadinya beberapa analis dan pelaku pasar berekspektasi defisit dagang bisa sampai 2 miliar Dollar AS. Artinya, rilis defisit neraca perdagangan tadi masih lebih rendah dari ekspektasi pasar," katanya.

Selain itu, penguatan Rupiah juga ditopang hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang kembali mengerek tingkat bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Meski, ia menilai keputusan bank sentral nasional ini hanya akan menguatkan rupiah secara sementara.

Sedangkan untuk jangka panjang, keputusan ini justru bisa berdampak negatif pada ekonomi Indonesia. "Karena ini terlalu cepat, seharusnya bulan depan seperti The Fed. Ini akan memberi dampak ke pinjaman dan leasing," terangnya.

Sumber: CnnIndonesia.com