BI Bakal Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019

BI Bakal Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019

17 November 2018
Rupiah dan Dolar AS.

Rupiah dan Dolar AS.

RIAU1.COM - Bersiap siap lah. Bank Indonesia (BI) berencana mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan suku bunga acuan yangmembuat permintaan domestik berpotensi melambat.

Hal tersebut diungkapkan Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur BI, dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional di Solo, Sabtu (17/11/2018).

"Kita potong outlook untuk 2019 ke kisaran yang lebih rendah," ujarnya, seperti dikutip Riau1.com dari CNBC Indonesia, Sabtu. 
 
Sebelumnya, BI memperkirakan ekonomi Tanah Air akan tumbuh dalam kisaran 5,1-5,5%. Menurut Dody, BI akan merevisi kisaran ini tetapi masih dalam rentang yang tidak terlalu jauh.

Pertumbuhan ekonomi, lanjut Dody, memang akan terpengaruh akibat kebijakan moneter yang cenderung ketat. Sejak Mei, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah naik 175 basis poin (bps). Teranyar, Kamis (15/11/18) BI kembali menaikkan suku bunga 25 bps 2 hari lalu.


"Outlook ini ditunda pengumumannya sampai kita lakukan Pertemuan Tahunan (Bankers Dinner) pada 27 November. Nanti akan disampaikan," sebutnya.


Kebijakan moneter, tambah Dody, memang diarahkan untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account), bukan lagi perkembangan inflasi. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga acuan memang bertujuan untuk mengendalikan permintaan sehingga bisa menekan impor dan mengurangi beban transaksi berjalan.
 
"Memang ke depan kalau suku bunga meningkat pasti akan mempengaruhi investasi dan impor. Defisit trade balance akan berkurang seiring investasi yang berkurang. Current account masih perlu dibantu, BI masuk dengan kebijakan suku bunga untuk meredam domestic demand. Kita cegah defisit transaksi berjalan terus melebar dan berdampak ke nilai tukar," jelas Dody.

Namun, demikian Dody, BI tetap berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Caranya adalah memberikan 'jamu manis' kepada sektor keuangan dengan perubahan pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata. Perubahan pemenuhan ini diperkirakan mampu memberikan tambahan likuiditas di perbankan sekitar Rp 400 miliar.

"Kita tidak melepas pertumbuhan, tetapi dalam satu pilihan kalau mandat utama kami terhalangi maka stabilitas menjadi kat kunci. Stability overriding growth. Namun jangan sampai momentum pertumbuhan terganggu," jelas Dody. 

R1/Hee