Alamaak, Utang Luar Negeri Indonesia Naik Lagi Menjadi Rp 5.550 Triliun

Alamaak, Utang Luar Negeri Indonesia Naik Lagi Menjadi Rp 5.550 Triliun

17 September 2019
Ilustrasi uang Dolar AS dan Rupiah.

Ilustrasi uang Dolar AS dan Rupiah.

RIAU1.COM - Alamak. Utang Indonesia masih tinggi.  Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2019 kembali naik hingga US$ 395,3 miliar atau Rp 5.550 triliun (Asumsi US$ 1 = Rp 14.040).

Seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa, 17 September 2019, Utang ini naik 10,3% dibandingkan pada bulan sebelumnya atau Juni 2019.

 

"ULN Indonesia pada akhir Juli 2019 tercatat sebesar US$ 395,3 miliar, terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 197,5 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar 197,8 miliar dolar AS. ULN Indonesia tumbuh 10,3% (yoy)," demikian keterangan Bank Indonesia seperti dikutip Senin (16/9/2019).
 

Kenaikan tersebut, lanjut BI, terutama dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN dan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.

"Pertumbuhan ULN yang meningkat tersebut bersumber dari ULN pemerintah dan swasta," tulis BI.

ULN Pemerintah di bulan Juli 2019 tumbuh 9,7% (yoy) menjadi sebesar US$ 194,5 miliar, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 9,1% (yoy).

Peningkatan tersebut didorong oleh arus masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang tetap tinggi di tengah dinamika global yang kurang kondusif.

"Hal ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik, didukung oleh imbal hasil investasi portofolio di aset keuangan domestik yang menarik."

 

Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19,0% dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16,0%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,9%).

R1/Hee