BI Minta Industri Perbankan Lebih Ekspansif Kucurkan Kredit

BI Minta Industri Perbankan Lebih Ekspansif Kucurkan Kredit

23 Maret 2019
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Ita Rulina (kiri, di podium) dalam pelatihan wartawan di Yogyakarta, Sabtu (23/3/2019). Foto: Antara.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Ita Rulina (kiri, di podium) dalam pelatihan wartawan di Yogyakarta, Sabtu (23/3/2019). Foto: Antara.

RIAU1.COM -Bank Indonesia (BI) meminta industri perbankan untuk lebih ekspansif dalam mengucurkan kredit sejak awal 2019. Hal ini guna menggerakkan roda perekonomian, di tengah kebijakan suku bunga acuan BI yang diutamakan kepada stabilitas.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Ita Rulina dikutip dari Antara, Sabtu (23/3/2019), menyatakan akan menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya melalui pembiayaan dari kredit perbankan. 

"Harapan kami, kredit perbankan dapat tumbuh 12 persen dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial melalui peningkatan Rasio Intermediasi Makroprudensial menjadi 84-94 persen," ujarnya.

Dengan Rasio Intermediasi Makroprudensial yang dinaikkan ini, BI ingin memastikan rentang pertumbuhan kredit 10-12 persen, bias nya ke atas. Jadi dengan direlaksasi dari sekarang, bank bisa dari awal tahun untuk ekspansif.

Dalam Rapat Dewan Gubernur periode Maret 2019 ini, BI menetapkan kenaikan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen untuk mendukung pembiayaan perbankan bagi dunia usaha. Kenaikan RIM tersebut akan berlaku 1 Juli 2019. Dengan demikian, BI melonggarkan batasan kehati-hatian dari penyaluran kredit bank.

Meskipun sudah menaikkan RIM yang menjadi relaksasi bagi perbankan untuk lebih gencar menyalurkan kredit, Ita mengatakan, BI masih mempertahankan target pertumbuhan kredit di 10-12 persen.

"Karena sebenarnya tidak mudah juga bank langsung untuk cairkan kredit. Maka dengan dilonggarkannya RIM, kita ingin perkuat sinyal ke perbankan untuk dorong kredit," kata dia.

Loading...

Kredit perbankan menjadi alat untuk BI memberikan stimulus kepada perekonomian, sebagai sinyal bahwa kebijakan makroprudensial Bank Sentral telah akomodatif (pro pertumbuhan).

Sebelum kenaikan RIM, BI memasang syarat kehati-hatian RIM di rentang 80-92 persen. Ita mengatakan dengan batas atas 92 persen, sebanyak 51 bank sudah melebihi ketentuan RIM atau rentang kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Maka itu, RIM ditingkatkan agar bank lebih leluasa menyalurkan intermediasi.

"Sementara yang di bawah RIM 80 persen, itu ada 21 bank. Bank juga harus hati-hati dalam mengelola likuiditasnya," ujar dia.

Menurut Ita, kondisi likuiditas perbankan cukup memadai. Namun, masih banyak perbankan yang terlalu hati-hati dalam mengucurkan kredit sehingga ekses likuiditas meningkat. Parameter kesehatan likuiditas yang digunakan BI yakni Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga/AL-DPK meningkat ke 20,25 persen per Januari 2019 dari 19 persen per Desember 2018.

"Jadi bank bisa memanfaatkan likuiditasnya untuk dorong kredit," ujar dia.